Polisi ungkap kasus prostitusi berkedok spa di Bandung
Bandung (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Bandung mengungkap kasus prostitusi berkedok spa di sebuah hotel yang berada di Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat.
Kepala Satreskrim Polrestabes Bandung AKBP Adanan Mangopang mengatakan dari kasus tersebut, pihaknya menangkap dua orang tersangka berinisial R (24) dan D (43). Dua orang tersebut, kata dia, diduga berperan sebagai muncikari.
"Kami mendapat informasi kegiatan itu dari masyarakat bahwa dari grup diskusi media sosial beredar beberapa tempat spa di Kota Bandung yang ada pelayanan plus-plus (prostitusi)," kata Adanan di Polrestabes Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin.
Kasus itu, kata Adanan, diungkap pada Minggu (17/1) malam setelah tim Satreskrim melakukan penyelidikan. Di lokasi tersebut, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti dan juga pelaku muncikari.
Menurut dia, tempat spa itu melayani jasa pijat yang memiliki tarif sebesar Rp250 ribu. Lalu dari transaksi itu, para terapis (pemijat) diberi upah sebesar Rp50 ribu, sedangkan para muncikari mengantungi uang sisanya atau sebesar Rp200 ribu.
Lalu untuk jasa pijat plus-plus (prostitusi), menurut dia, memiliki tarif sebesar Rp650 ribu. Namun para terapisnya hanya menerima upah sebesar Rp100 ribu, sedangkan para muncikari menerima sisanya sebesar Rp550 ribu.
Adanan mengatakan tempat spa yang berubah jadi tempat prostitusi itu diduga sudah dimulai sejak awal adanya pandemi COVID-19.
"Karena sepi pengunjung sehingga pelaku menggunakan kesempatan itu, karena di masa pandemi ini mencari uang sulit," kata Adanan.
Maka dari itu, kata dia, para pelaku muncikari dikenakan dengan Pasal 2 Ayat 1 UURI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman paling sedikit tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, dengan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.
Selain itu, menurutnya ada enam perempuan terapis yang juga diamankan dan masih dalam pemeriksaan.
"Untuk yang menyediakan tempat itu (hotel) dalam penyelidikan, apakah dia termasuk turut serta menyediakan tempat, tentu saja ancamannya bisa sampai cabut izin usaha," katanya.
Kepala Satreskrim Polrestabes Bandung AKBP Adanan Mangopang mengatakan dari kasus tersebut, pihaknya menangkap dua orang tersangka berinisial R (24) dan D (43). Dua orang tersebut, kata dia, diduga berperan sebagai muncikari.
"Kami mendapat informasi kegiatan itu dari masyarakat bahwa dari grup diskusi media sosial beredar beberapa tempat spa di Kota Bandung yang ada pelayanan plus-plus (prostitusi)," kata Adanan di Polrestabes Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin.
Kasus itu, kata Adanan, diungkap pada Minggu (17/1) malam setelah tim Satreskrim melakukan penyelidikan. Di lokasi tersebut, pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti dan juga pelaku muncikari.
Menurut dia, tempat spa itu melayani jasa pijat yang memiliki tarif sebesar Rp250 ribu. Lalu dari transaksi itu, para terapis (pemijat) diberi upah sebesar Rp50 ribu, sedangkan para muncikari mengantungi uang sisanya atau sebesar Rp200 ribu.
Lalu untuk jasa pijat plus-plus (prostitusi), menurut dia, memiliki tarif sebesar Rp650 ribu. Namun para terapisnya hanya menerima upah sebesar Rp100 ribu, sedangkan para muncikari menerima sisanya sebesar Rp550 ribu.
Adanan mengatakan tempat spa yang berubah jadi tempat prostitusi itu diduga sudah dimulai sejak awal adanya pandemi COVID-19.
"Karena sepi pengunjung sehingga pelaku menggunakan kesempatan itu, karena di masa pandemi ini mencari uang sulit," kata Adanan.
Maka dari itu, kata dia, para pelaku muncikari dikenakan dengan Pasal 2 Ayat 1 UURI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman paling sedikit tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, dengan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.
Selain itu, menurutnya ada enam perempuan terapis yang juga diamankan dan masih dalam pemeriksaan.
"Untuk yang menyediakan tempat itu (hotel) dalam penyelidikan, apakah dia termasuk turut serta menyediakan tempat, tentu saja ancamannya bisa sampai cabut izin usaha," katanya.