Usaha batako yang tetap kokoh meski dilanda pandemi

id Usaha batako, sampit, kotawaringin timur, kalteng, kalimantan tengah, pandemi covid 19, vaksinasi, features, umkm, pelaku usaha, ukm, ikm, perumahan

Usaha batako yang tetap kokoh meski dilanda pandemi

Usaha percetakan batako milik Mashud di Sampit. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Kami percaya dan yakin usaha ini bisa terus berjalan meski pandemi, tentunya dengan berbagai upaya serta kerja keras, termasuk senantiasa berinovasi mengikuti perkembangan zaman
Sampit (ANTARA) - Tak bisa dipungkiri pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang berkepanjangan dan masih berlangsung hingga saat ini, memberikan banyak dampak negatif terhadap berbagai sektor.

Selain kesehatan, sektor yang cukup besar merasakan dampaknya adalah ekonomi maupun perdagangan, sebab perkembangan keduanya selama ini terganggu akibat adanya pandemi.

Berbicara tentang keduanya baik ekonomi maupun perdagangan, tentu salah satu yang sangat berkaitan adalah bisnis atau usaha yang dijalankan oleh masyarakat.

Banyak dari pelaku usaha terdampak pandemi, sehingga mengakibatkan omzet atau pendapatan menurun, mengambil kebijakan mengurangi jumlah karyawan atau memangkas gaji mereka.

Ada pula pelaku usaha yang mengalami kerugian, bahkan terpaksa 'gulung tikar' atau menghentikan usahanya, hingga pelaku usaha yang menyiasatinya dengan melakukan alih produksi.

Salah satu pelaku usaha yang juga terdampak pandemi namun masih tetap bisa bertahan tanpa harus melakukan alih produksi, yakni Mashud yang merupakan pemilik usaha percetakan batako di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Usaha yang ia dirikan dan jalankan bersama istrinya Ida sejak tahun 2017 lalu ini, berlokasi di Jalan Kembali, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Ketapang.

Memiliki dua orang pekerja, usaha percetakan batako yang ia miliki berkembang cukup baik, dan seiring berjalannya waktu mereka memiliki banyak pelanggan, baik pengusaha di bidang perumahan maupun masyarakat umum.

Hingga pada akhirnya pandemi COVID-19 terjadi dan turut melanda Kabupaten Kotawaringin Timur, termasuk Kota Sampit dan sekitarnya.

Akibatnya usaha yang ia jalankan tersebut turut merasakan dampaknya, karena pandemi tampaknya mengakibatkan pelemahan ekonomi dan memengaruhi pendapatan masyarakat.

"Kondisi ini tentu berakibat pada turunnya permintaan batako oleh konsumen, utamanya konsumen yang merupakan masyarakat umum," jelasnya.

Mashud menuturkan, dalam kondisi normal sebelum pandemi, biasanya jumlah batako yang rutin mereka produksi setiap harinya mencapai antara 750-1.000 buah dan rata-rata terjual maksimal bisa mencapai 750 batako per harinya bahkan lebih.

Sedangkan di masa pandemi ini, rata-rata batako yang bisa terjual per harinya hanya mencapai 400 buah dan sesekali terkadang bisa mencapai 500 buah.

Namun demikian Mashud menjelaskan, meski terjadi penurunan jumlah pembeli di masa pandemi, produktivitas batako tetap berjalan setiap harinya.

"Produksi harus terus jalan, selain untuk stok, juga untuk penghasilan karyawan. Karyawan penghasilannya sesuai banyak sedikitnya batako yang dicetak," tuturnya.

Karenanya ia mengaku, semangat juang menjalankan usahanya tersebut terus terjaga, sebab selain hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, juga untuk keberlangsungan para karyawannya.

Pria yang merupakan seorang lulusan sarjana teknik mesin di Kota Malang, Jawa Timur ini mengaku, berbagai upaya atau terobosan ia lakukan agar usahanya bisa tetap bertahan dan bahkan berkembang sekalipun di tengah pandemi COVID-19.

Seperti memaksimalkan pemasaran produk yang ia hasilkan dengan memanfaatkan kemajuan dan perkembangan teknologi informasi, serta memperluas jejaring untuk mendapat konsumen baru.

"Jadi selain masyarakat umum, kami berupaya memaksimalkan konsumen yang merupakan pemilik bisnis perumahan khususnya dengan program subsidi," tuturnya.

Menurutnya pembangunan perumahan bersubsidi dari pemerintah akan terus berjalan sekalipun di tengah pandemi, selama program subsidi masih ada dan dikeluarkan oleh pemerintah.

Inilah salah satu penopang yang cukup stabil bagi usaha percetakan batako yang Mashud miliki. Pelanggannya pun kini tak hanya di kawasan Kota Sampit, namun juga ada yang berada di luar kota.

"Harga batako yang kami jual sekitar Rp2.200 per buah dan biasanya sudah termasuk biaya antar. Namun jika keluar kota, umumnya konsumen membawa batakonya sendiri," katanya.

Hanya saja Mashud tak memungkiri, jika terkadang jumlah produksi dalam per harinya harus dikurangi dari jumlah biasanya, lantaran stok batako menumpuk dan pembelian tak begitu banyak.

Tetapi ia menegaskan, sejak awal pandemi hingga saat ini, dirinya bersyukur karena usahanya tetap bisa bertahan dan tak pernah goyah ataupun terpikir untuk beristirahat sementara waktu.

"Kami percaya dan yakin usaha ini bisa terus berjalan meski pandemi, tentunya dengan berbagai upaya serta kerja keras, termasuk senantiasa berinovasi mengikuti perkembangan zaman," tegasnya.

Menurutnya dalam kondisi apapun, seperti halnya pandemi saat ini, peluang untuk berusaha tetap terbuka lebar, tinggal bagaimana usaha dan cara setiap orang menyikapinya.

Lebih lanjut ia mengaku, meski merupakan wiraswasta dan tak berkaitan dengan pemerintahan atau perkantoran, namun pihaknya selalu mendukung upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

Baik dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan maupun mengurangi mobilitas.

Juga menyukseskan program vaksinasi yang hingga kini terus digencarkan pemerintah, hingga pada akhirnya tercipta kekebalan kelompok atau herd immunity.

"Perlu partisipasi semua pihak, termasuk masyarakat seperti kami, agar pandemi ini bisa segera kita akhiri. Pemerintah tak akan bisa bekerja sendiri tanpa adanya dukungan masyarakat," tutupnya.