LaNyalla dihadiahi mandau oleh Rektor UPR saat kunjungan kerja

id Rektor UPR,Ketua DPD RI,LaNyalla

LaNyalla dihadiahi mandau oleh Rektor UPR saat kunjungan kerja

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (tengah) ketika menerima dan mendengarkan penjelasan tentang mandau oleh Rektor Universitas Palangka Raya, Dr Andrie Elia, Senin (17/1/2022). (ANTARA/HO-Dokumen DPD RI)

Palangka Raya (ANTARA) - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Salah satu agenda kunjungan kerja LaNyalla yakni menyampaikan keynote speech dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Sistem Ekonomi Pancasila untuk Indonesia yang Berdaulat, di Universitas Palangka Raya, Senin.

Saat tiba di LaNyalla disambut kesenian tari khas Kalimantan Tengah. LaNyalla juga mendapat mandau dari Rektor Universitas Palangka Raya, Dr Andrie Elia. Mandau adalah senjata khas Pulau Kalimantan. 

Pada kesempatan itu Ketua DPD RI didampingi Senator asal Kalteng Muhammad Rakhman dan Habib Said Abdurrahman, Fachrul Razi (Aceh), Bustami Zainuddin (Lampung), Andi Muh Ihsan (Sulsel) serta Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Brigjen Pol Amostian.

Kunjungan kerja ke Kalteng ini melengkapi jumlah provinsi di Indonesia yang dikunjungi LaNyalla dalam kunjungan kerja yang diberi tema 'Safari Konstitusi' itu. Dengan kata lain, sebanyak 34 provinsi di Indonesia telah disambangi LaNyalla selama kunjungan kerjanya sebagai Ketua DPD RI.

Senator asal Jawa Timur itu tak pernah  lelah menggugah kesadaran masyarakat tentang arti penting berbangsa dan bernegara. Dalam konteks perekonomian, LaNyalla menilai Indonesia telah keluar jauh dari cita-cita para pendiri bangsa.

Dijelaskannya, sistem ekonomi Pancasila bukan sistem yang mengadopsi dari sistem sosialisme maupun kapitalisme.

"Makanya kita harus melakukan koreksi atas kebijakan perekonomian nasional yang tertuang di dalam Pasal 33 UUD hasil Amandemen Konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 silam," tukasnya.

Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, penambahan 2 Ayat di Pasal 33 UUD 1945 saat Amandemen, secara sadar atau tidak, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak telah diserahkan kepada mekanisme pasar.

"Padahal sebelum Amandemen, Pasal 33 UUD 1945 sudah sangat jelas memberi arahan sistem perekonomian nasional dengan 3 Ayat yang tertulis," katanya.

Pasal 33 UUD 1945 Ayat (1) berbunyi; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 

Lalu Ayat (2) berbunyi; Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Dan ayat (3) tiga berbunyi; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

"Tetapi setelah Amandemen 20 tahun yang lalu, dengan dalih efisiensi terbuka peluang sebesar-besarnya bagi swasta untuk menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, untuk meraup keuntungan yang ditumpuk dan dilarikan ke luar Indonesia melalui lantai bursa," paparnya.

Menurut LaNyalla, Indonesia telah meninggalkan sistem ekonomi Pancasila, menjadi sistem ekonomi liberal kapitalisme.

Baca juga: Pilih Nusantara jadi nama IKN, DPD RI minta pemerintah beri penjelasan

Baca juga: ASN dimarahi Mensos, Teras sampaikan rasa prihatin ke KemenPAN-RB

Baca juga: Teras: Akademisi mesti kawal dan kaji produk hukum adat di Kalteng