Masa penahan hakim PN Surabaya nonaktif Itong dkk diperpanjang

id hakim PN Surabaya nonaktif Itong , PN Surabaya,PN Surabaya nonaktif Itong

Masa penahan hakim PN Surabaya nonaktif Itong dkk diperpanjang

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya nonaktif Itong Isnaeni Hidayat (tengah) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). . ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tiga tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur.

Tiga tersangka, yaitu Hakim PN Surabaya nonaktif Itong Isnaeni Hidayat (IIH), Panitera Pengganti PN Surabaya nonaktif Hamdan (HD), pengacara dan kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK).

"Dengan masih dibutuhkannya waktu pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik, maka tim penyidik kemudian memperpanjang masa penahanan tersangka IIH dan kawan-kawan untuk waktu 40 hari ke depan, terhitung 9 Februari sampai dengan 20 Maret 2022," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

KPK sebelumnya menahan ketiganya selama 20 hari pertama sejak 20 Januari sampai dengan 8 Februari 2022 pascaditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.

Tersangka Itong saat ini ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK), Hamdan ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur, dan Hendro ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT SGP.

Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro di mana diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.

KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat
putusan Mahkamah Agung.

Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.

Untuk memastikan proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan menggunakan istilah "upeti" untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.

KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamadan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong. KPK menyebut putusan yang diinginkan Hendro di antaranya agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.

Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong. Itong pun menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang. Pada 19 Januari 2022, uang diserahkan Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.

KPK menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Tersangka Itong dan Hamdan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal asal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan tersangka Hendro sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.