Tak ada keharusan BUMN jadi sponsor Formula E
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR, Deddy Y Sitorus, menyebutkan, tidak ada keharusan bagi BUMN untuk menjadi sponsor bagi bagi ajang ajang balapan mobil listrik Formula E, yang diselenggarakan di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (4/6).
"Kegiatan sponsorship itu banyak pertimbangannya. Terutama seperti keterkaitan jenis kegiatan dan spektrum penonton, target dengan bisnis atau produk BUMN itu sendiri," kata dia, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat.
Yang paling penting, kata dia, biasanya sponsorship yang berbiaya besar selalu melibatkan BUMN terkait dengan penyelenggara kegiatan sejak awal perencanaan. Hal tersebut berbeda jika hanya sekadar kontribusi, dukungan pembiayaan, penempatan produk atau logo.
"Jadi menurut saya aneh kalau menjelang penyelenggaraan, panitia Formula-E melempar polemik soal tidak adanya sponsorship dari BUMN," katanya.
Wacana sponsorship ini menjadi hal yang sambung-menyambung dibahas di berbagai pemberitaan media massa dan media sosial.
Ia justru mempertanyakan apakah BUMN yang ditarget panitia Formula-E sejak awal diajak bicara tentang konsep bisnis sponsorship-nya. "Misalkan saja jika yang dimaksud itu adalah BUMN perbankan, apakah sejak awal mereka ditawarkan sebagai pemasar tiket atau penempatan logo mereka di semua barang pengingat atau arena balap Formula-E itu?" kata dia.
Ia memberi contoh lain PT Pertamina, apakah diminta menjadi sponsor tertentu dengan memakai produk yang dihasilkan PT Pertamina, misalnya minyak pelumas buatan BUMN ini. Jika tidak, tentu akan berat bagi BUMN untuk berpartisipasi sebagai sponsor karena hitungannya jelas bisnis dan ada aturannya.
Menurut dia, tidak tepat jika dalam waktu satu bulan, apalagi dua hari sebelum penyelenggaraan, panitia baru mengeluh soal sponsorship.
Ia membandingkannya dengan kepanitiaan balap MotoGP Mandalika, di mana BUMN dilibatkan sejak awal terlibat, dan bahkan yang memimpin dalam desain bisnis dari gelaran itu, adalah dari BUMN pariwisata, perbankan hingga PT Pertamina.
"Nah ini kok tiba-tiba di Formula E, minta BUMN jadi sponsor dengan alasan agar BUMN hadir untuk Indonesia. Sejak awal hajatan Formula-E itu murni keinginan gubernur DKI yang dirancang menggunakan APBD. Kalau setiap gubernur dan kepala daerah di Indonesia bikin kegiatan lalu menjelang kegiatan dilaksanakan minta BUMN jadi sponsor, itu namanya nodong," kata dia.
Oleh karena itu dia meminta panitia Formula-E agar tidak membangun wacana negatif untuk menutupi ketidakmampuan mereka melakukan penggalangan dana. "Tetapi kalau memang dananya sudah cukup, jangan memaksa BUMN jadi sponsor tetapi cukup sebagai donatur atau penyumbang, itu baru masuk akal," ujar dia.
"Kegiatan sponsorship itu banyak pertimbangannya. Terutama seperti keterkaitan jenis kegiatan dan spektrum penonton, target dengan bisnis atau produk BUMN itu sendiri," kata dia, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat.
Yang paling penting, kata dia, biasanya sponsorship yang berbiaya besar selalu melibatkan BUMN terkait dengan penyelenggara kegiatan sejak awal perencanaan. Hal tersebut berbeda jika hanya sekadar kontribusi, dukungan pembiayaan, penempatan produk atau logo.
"Jadi menurut saya aneh kalau menjelang penyelenggaraan, panitia Formula-E melempar polemik soal tidak adanya sponsorship dari BUMN," katanya.
Wacana sponsorship ini menjadi hal yang sambung-menyambung dibahas di berbagai pemberitaan media massa dan media sosial.
Ia justru mempertanyakan apakah BUMN yang ditarget panitia Formula-E sejak awal diajak bicara tentang konsep bisnis sponsorship-nya. "Misalkan saja jika yang dimaksud itu adalah BUMN perbankan, apakah sejak awal mereka ditawarkan sebagai pemasar tiket atau penempatan logo mereka di semua barang pengingat atau arena balap Formula-E itu?" kata dia.
Ia memberi contoh lain PT Pertamina, apakah diminta menjadi sponsor tertentu dengan memakai produk yang dihasilkan PT Pertamina, misalnya minyak pelumas buatan BUMN ini. Jika tidak, tentu akan berat bagi BUMN untuk berpartisipasi sebagai sponsor karena hitungannya jelas bisnis dan ada aturannya.
Menurut dia, tidak tepat jika dalam waktu satu bulan, apalagi dua hari sebelum penyelenggaraan, panitia baru mengeluh soal sponsorship.
Ia membandingkannya dengan kepanitiaan balap MotoGP Mandalika, di mana BUMN dilibatkan sejak awal terlibat, dan bahkan yang memimpin dalam desain bisnis dari gelaran itu, adalah dari BUMN pariwisata, perbankan hingga PT Pertamina.
"Nah ini kok tiba-tiba di Formula E, minta BUMN jadi sponsor dengan alasan agar BUMN hadir untuk Indonesia. Sejak awal hajatan Formula-E itu murni keinginan gubernur DKI yang dirancang menggunakan APBD. Kalau setiap gubernur dan kepala daerah di Indonesia bikin kegiatan lalu menjelang kegiatan dilaksanakan minta BUMN jadi sponsor, itu namanya nodong," kata dia.
Oleh karena itu dia meminta panitia Formula-E agar tidak membangun wacana negatif untuk menutupi ketidakmampuan mereka melakukan penggalangan dana. "Tetapi kalau memang dananya sudah cukup, jangan memaksa BUMN jadi sponsor tetapi cukup sebagai donatur atau penyumbang, itu baru masuk akal," ujar dia.