Kotim zona merah PMK, pemkab yakinkan daging kurban aman dikonsumsi

id Kotim zona merah PMK, pemkab yakinkan daging kurban aman dikonsumsi, kalteng, Sampit, kotim, Kotawaringin Timur, Idul Adha, kurban, PMK, rihel, endray

Kotim zona merah PMK, pemkab yakinkan daging kurban aman dikonsumsi

Satgas Penanganan PMK Kabupaten Kotawaringin Timur menggelar rapat koordinasi penanganan wabah penyakit menular pada ternak tersebut, Jumat (8/7/2022). ANTARA/Norjani

Sampit (ANTARA) - Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dinyatakan berstatus zona merah penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak, namun masyarakat diimbau tidak khawatir karena daging ternak yang dipasarkan di daerah ini aman dikonsumsi, termasuk hewan kurban.

"Sapi yang dijual peternak itu kami periksa. Kalau sehat maka diberi surat keterangan dan boleh dijual. Kalau ada yang sakit itu maka arahnya ke pemotongan bersyarat. Nanti misalnya kepala dan jeroannya atau tulangnya harus direbus sebelum diolah," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kotawaringin Timur, drh Endrayatno di Sampit, Jumat.

Endrayatno yang ditemui di sela Rapat Koordinasi Satuan Tugas Penanganan PMK. Rapat yang dihadiri perwakilan lintas sektor itu dipimpin Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Timur, Rihel.

Endrayatno menjelaskan, pihakya telah memeriksa ternak di daerah ini, termasuk sapi yang sebagian besar akan dipasarkan untuk keperluan ibadah kurban saat Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah.

Sekitar 1.300 ekor ternak yang diperiksa. Hasilnya, ditemukan 46 ekor sapi yang bergejala seperti PMK. Ternak dengan gejala mengeluarkan liur atau lendir, tidak nafsu makan akibat luka pada lidah, serta kelumpuhan itu ditemukan di Desa Sebabi Kecamatan Telawang dan Desa Telaga Baru Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.

Sapi-sapi itu kemudian dipisahkan dari sapi sehat dan pemilik ternak sudah diminta untuk menunda menjualnya. Protokol kesehatan juga diberlakukan dengan radius hingga 10 kilometer agar virus penyebab PMK itu tidak menyebar ke ternak-ternak lain akibat penularan sesama ternak maupun perantara kontaminasi manusia.

Hasil pemeriksaan sampel darah oleh Balai Veteriner Banjarbaru Kalimantan Selatan terhadap 46 sapi suspek atau bergejala tersebut, 21 ekor yang sampelnya sudah diperiksa dengan hasil 17 positif terjangkit PMK dan 4 ekor negatif. Sebanyak 21 ekor sapi tersebut telah dipotong untuk mencegah penularan.

Sementara itu sisanya yaitu 14 ekor dinyatakan sudah sembuh dari PMK, sedangkan 11 ekor lainnya masih sakit. Ternak yang sakit tersebut sedang diobati dan diharapkan bisa sembuh.

Baca juga: DPRD Kotim ingatkan inovasi menggali PAD jangan membebani masyarakat

Endrayatno menegaskan, PMK bersifat zoonosis, artinya tidak dapat menular atau menginfeksi manusia sehingga masyarakat diminta tidak panik, apalagi hewan kurban di Kotawaringin Timur sudah melalui pemeriksaan dan dinyatakan sehat.

Daging dari ternak yang terpapar PMK pun tetap aman dikonsumsi. Surat Edaran Menteri Pertanian tentang pemotongan hewan di daerah wabah atau tertular PMK mengatur agar bagian-bagian sapi potong yaitu kepala, kaki daerah kuku, jeroan, tulang dan buntut agar direbus dalam air mendidih minimum 30 menit sebelum diolah.

Disinggung terkait syarat ternak yang boleh dijadikan hewan kurban, Endrayatno mengatakan sudah ada Kementerian Pertanian serta Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bisa jadi rujukan bersama.

"Walaupun sapi itu sakit, selama gejala ringan maka masih bisa untuk dijadikan hewan kurban. Kalau sapi tidak roboh dan kukunya tidak lepas maka bisa dijadikan hewan kurban," jelas Endrayatno.

Ditambahkannya, sapi yang masuk ke Kotawaringin Timur saat ini berasal dari Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan sebagian melalui Kalimantan Selatan.

Berdasarkan musim Hari Raya Idul Adha tahun lalu jumlah sapi yang didatangkan sekitar 1.300 ekor. Hasil pendataan, jumlah tahun ini juga mendekati 1.300 ekor.

"Jumlahnya hampir sama. Cuma harganya lebih mahal karena dari Jawa tidak bisa masuk, makanya harus mendatangkan dari daerah lain sehingga harganya lebih mahal karena angkutannya jauh," demikian Endrayatno.

Baca juga: DPRD Kotim berharap evaluasi tenaga kontrak tidak menimbulkan masalah baru

Baca juga: Pemkab Kotim usulkan 1.015 formasi PPPK

Baca juga: Pemkab Kotim raih peringkat pertama penanganan stunting