Bengkulu terapkan hukum cambuk terhadap pelaku asusila
Rejang Lebong, Bengkulu (ANTARA) - Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu menerapkan hukum cambuk bagi pelaku asusila yang kedapatan berbuat tidak senonoh di wilayah ini.
"Di Hukum Adat Kabupaten Rejang Lebong itu ada denda-denda yang harus dipenuhi, ada sanksi-sanksi yang harus diberikan, bukan masalah uangnya tetapi untuk memberikan efek jera," kata Ketua BMA Rejang Lebong Ahmad Faizir, di Rejang Lebong, Selasa.
Dia menjelaskan, dalam Hukum Adat Kabupaten Rejang Lebong ini, hukuman yang dijatuhkan dapat berupa hukum cambuk, kemudian diarak keliling kampung, serta membayar denda adat.
Penerapan hukum adat kepada pelaku kasus asusila ini, kata dia, agar ke depannya orang takut melakukan hal serupa. Penerapan hukuman ini diberlakukan selama masih bisa diselesaikan di tingkat BMA melalui program "restorative justice" dan jika tidak bisa maka akan dilanjutkan ke pihak kepolisian.
"Bukan hanya kasus asusila, tetapi juga kasus yang arahnya ke perzinaan, misalnya seorang laki-laki yang membawa pergi istri orang. Hukuman cambuk ini diberlakukan bukan hanya kepada seorang yang berstatus suami atau istri serta pasangan muda-mudi," katanya pula.
Para pelaku asusila ini, menurut dia, masing-masing dikenakan hukuman cambuk sebanyak 100 kali, dan juga harus membayar denda sesuai dengan ketentuan hukum adat serta diharuskan cuci kampung dengan menyembelih dua ekor kambing.
Sejauh ini kasus asusila, perzinaan atau perselingkuhan yang dilaporkan masyarakat ke BMA Rejang Lebong, sehingga dijatuhi hukum cambuk sepanjang tahun 2022 lalu ada empat kasus.
"Sedangkan untuk tahun 2023 ini sudah ada satu kasus yang dijatuhi hukuman cambuk, kasusnya melibatkan oknum kepala dusun yang selingkuh dengan istri orang lain yang terjadi di wilayah Kecamatan Bermani Ulu Raya," demikian Ahmad Faizir.
"Di Hukum Adat Kabupaten Rejang Lebong itu ada denda-denda yang harus dipenuhi, ada sanksi-sanksi yang harus diberikan, bukan masalah uangnya tetapi untuk memberikan efek jera," kata Ketua BMA Rejang Lebong Ahmad Faizir, di Rejang Lebong, Selasa.
Dia menjelaskan, dalam Hukum Adat Kabupaten Rejang Lebong ini, hukuman yang dijatuhkan dapat berupa hukum cambuk, kemudian diarak keliling kampung, serta membayar denda adat.
Penerapan hukum adat kepada pelaku kasus asusila ini, kata dia, agar ke depannya orang takut melakukan hal serupa. Penerapan hukuman ini diberlakukan selama masih bisa diselesaikan di tingkat BMA melalui program "restorative justice" dan jika tidak bisa maka akan dilanjutkan ke pihak kepolisian.
"Bukan hanya kasus asusila, tetapi juga kasus yang arahnya ke perzinaan, misalnya seorang laki-laki yang membawa pergi istri orang. Hukuman cambuk ini diberlakukan bukan hanya kepada seorang yang berstatus suami atau istri serta pasangan muda-mudi," katanya pula.
Para pelaku asusila ini, menurut dia, masing-masing dikenakan hukuman cambuk sebanyak 100 kali, dan juga harus membayar denda sesuai dengan ketentuan hukum adat serta diharuskan cuci kampung dengan menyembelih dua ekor kambing.
Sejauh ini kasus asusila, perzinaan atau perselingkuhan yang dilaporkan masyarakat ke BMA Rejang Lebong, sehingga dijatuhi hukum cambuk sepanjang tahun 2022 lalu ada empat kasus.
"Sedangkan untuk tahun 2023 ini sudah ada satu kasus yang dijatuhi hukuman cambuk, kasusnya melibatkan oknum kepala dusun yang selingkuh dengan istri orang lain yang terjadi di wilayah Kecamatan Bermani Ulu Raya," demikian Ahmad Faizir.