Masyarakat adat Punan Batu dijamin kelangsungan hidupnya

id masyarakat punan batu,masyarakat adat,bulungan,kaltara

Masyarakat adat Punan Batu dijamin kelangsungan hidupnya

Bupati Bulungan Syarwani (kanan) menyaksikan warga memasak ubi keriting di pemukiman sementara Suku Punan Batu yang berlokasi di kawasan Gunung Batu Benau, Desa Metun Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur, Jumat (2/6/2023). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Bulungan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bulungan berkomitmen menjamin kelangsungan hidup masyarakat adat Punan Batu yang bermukim pada kawasan hutan Gunung Benau di Desa Metun Sajau, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur.

 Bupati Bulungan Syarwani mengatakan perlindungan terhadap kawasan hutan yang menjadi ruang hidup masyarakat adat Suku Punan Batu adalah prioritas Pemerintah Daerah.
 
"Kami bersama pemangku kepentingan lainnya memperjuangkan jangan sampai kawasan ini menjadi kawasan yang hilang dan tidak ada lagi hutan," ujarnya di Bulungan, Sabtu.
 
Masyarakat Punan Batu menggantungkan hidup mereka dari hutan sebagai tempat bernaung, mencari makan, dan melestarikan tradisi di kawasan hutan Gunung Batu Benau.


 Gunung tersebut merupakan gugusan bentuk lahan bebatuan karst yang membentang dari utara ke selatan dengan panjang sekitar 15 kilometer memiliki lebar rata-rata 4 kilometer dengan luas 36 kilometer persegi.
 
Sebagian besar kawasan karst Gunung Batu Benau terletak di wilayah administratif Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Sementara sisanya berada di wilayah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
 
Kini Suku Punan Batu hanya tersisa sekitar 103 individu. Mereka hidup pada kawasan hutan yang semakin terhimpit oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit dan ladang palawija.
 
Ruang hidup utama mereka saat ini semuanya berada di areal konsesi PT Inhutani I Sambarata, PT ITCI Kiani Hutani (IKANI), dan sebagian area penggunaan lain yang sudah ada izin usaha perkebunan PT Dharma Inti Sawit Lestari.
 
"Kami mendorong komunitas suku asli lainnya bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan seperti yang terjadi pada masyarakat Suku Punan Batu. Hal itu menjadi upaya kami untuk menjaga kearifan lokal, karena kami ingin (suku asli) menjadi sesuatu yang abadi di Kabupaten Bulungan," kata Syarwani.
 
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa pemerintah bakal mempertahankan teritorial masyarakat Punan Batu agar kehidupan, budaya, dan tradisi mereka tetap ada.
 
"Surat pengakuan masyarakat hukum adat ini menjadi komitmen pemerintah dalam menjamin hidup Suku Punan Batu. Kami ingin mempertahankan kearifan lokal dan budaya mereka agar tidak hilang," ucap Syarwani.
 
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kabupaten Bulungan bersama YKAN telah melakukan pertemuan dengan pihak Inhutani I.
 
Dalam pertemuan itu, perseroan menegaskan tidak ada kegiatan penebangan hutan di kawasan hutan Gunung Batu Benau lantaran keterbatasan akses dan biaya operasional yang mahal.
 
Pada 2 Juni 2023, Pemerintah Kabupaten Bulungan memberikan Surat Keputusan Pengakuan dan Pelindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Punan Batu. Legalitas itu kian memperkuat eksistensi masyarakat adat di mata negara.
 
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengungkapkan Suku Punan Batu sangat bergantung dengan hutan, sehingga bila hutan habis, maka hidup masyarakat adat itu juga habis.
 
"Mereka hidup di wilayah konsesi hutan perusahaan. Kalau hutan habis, makanan mereka juga habis," kata Manajer Pelibatan Masyarakat dan Perlindungan Hutan YKAN Taufik Hidayat.
 
"Kebutuhan Suku Punan Batu adalah pangan. Jadi, hal yang perlu dilakukan adalah memperkaya hutan menjadi sumber penghidupan dan sumber pangan buat mereka," ucapnya.
 
Baca juga: Suku Punan Batu diakui sebagai masyarakat hukum adat

Salah satu tetua adat Suku Punan Batu yang bernama Bodon berpesan kepada semua pemangku kepentingan baik itu pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat untuk bersama-sama menjaga hutan.
 
Menurutnya, hutan tidak hanya sekedar tempat bagi mereka mencari makan dan bertahan hidup melainkan juga sumber air bersih dan oksigen yang dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali.
 
"Dulu kami sangat mudah menemukan sumber makanan di dalam hutan, tetapi sekarang itu sulit. Kami minta hutan ini lestari dan tidak ada lagi pembukaan lahan," kata Bodon.