Polres Seruyan-pemda akan mediasi terkait ricuh warga dan PT BJAP
Kuala Pembuang (ANTARA) - Kepolisian Resor Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah bersama pemerintah daerah setempat hingga instansi terkait akan melakukan mediasi antara masyarakat dan PT Bumi Jaya Alam Permai (BJAP), yang mana sempat ricuh diduga akibat permasalahan tuntutan plasma.
"Besok kami dan instansi terkait akan memfasilitasi masyarakat dan perusahaan untuk mediasi bersama secara musyawarah dalam mencari solusi dari persoalan ini," kata Kapolres Seruyan AKBP. Ampi Mesias Von Bulow, saat dikonfirmasi melalui telepon seluler di Seruyan, Jumat.
Ampi Mesias mengatakan, pihaknya bersama dengan Pemerintah Daerah (pemda), DPRD Seruyan serta Dandim 1015 Sampit akan berusaha dan berupaya mencari jalan terbaik bagi kedua belah pihak yang bermasalah, sehingga ke depan diharapkan bisa menemukan solusi yang terbaik tanpa ada yang dirugikan satu sama lain.
Lanjutnya, mediasi tersebut akan digelar pada hari Sabtu (8/7) yang berlokasi di Kantor Sekretariat Daerah Seruyan dan akan melibatkan perwakilan masyarakat dan perwakilan perusahaan.
Ampi Mesias menjelaskan, dalam mediasi tersebut nantinya akan dibahas dimana pangkal permasalahannya serta tuntutan masyarakat apa kepada pihak perusahaan mengenai realisasi plasma 20 persen.
"Semoga nantinya semua pihak bisa duduk bersama dan mendapatkan solusi yang terbaik untuk semua permasalahan ini dan tanpa harus ada usur melanggar hukum," harapnya.
Sebelumnya, peristiwa kericuhan yang melibatkan masyarakat dan Aparat di PT Bumi Jaya Alam Permai (BJAP), Kecamatan Seruyan Tengah pada hari Rabu (6/7) kemarin dilatarbelakangi oleh permasalahan tuntutan plasma.
Mengenai awal kejadian bentrok antar masyarakat dan aparat. Pada saat itu pihak Polres Seruyan dan gabungan dari Polda Kalteng melakukan pengamanan untuk pencegahan pengambilan buah sawit oleh masyarakat di lahan perusahaan.
Pihak kepolisian juga sudah berulang kali mengimbau kepada masyarakat, agar tidak melakukan pengambilan buah sawit di lahan tersebut. Terkait tuntutan plasma 20 persen tersebut bisa diadakan audiensi kepada semua pihak.
Namun pihak masyarakat tidak mengindahkan imbauan tersebut, dengan alasan masyarakat masih memiliki hak atas lahan tersebut.
"Besok kami dan instansi terkait akan memfasilitasi masyarakat dan perusahaan untuk mediasi bersama secara musyawarah dalam mencari solusi dari persoalan ini," kata Kapolres Seruyan AKBP. Ampi Mesias Von Bulow, saat dikonfirmasi melalui telepon seluler di Seruyan, Jumat.
Ampi Mesias mengatakan, pihaknya bersama dengan Pemerintah Daerah (pemda), DPRD Seruyan serta Dandim 1015 Sampit akan berusaha dan berupaya mencari jalan terbaik bagi kedua belah pihak yang bermasalah, sehingga ke depan diharapkan bisa menemukan solusi yang terbaik tanpa ada yang dirugikan satu sama lain.
Lanjutnya, mediasi tersebut akan digelar pada hari Sabtu (8/7) yang berlokasi di Kantor Sekretariat Daerah Seruyan dan akan melibatkan perwakilan masyarakat dan perwakilan perusahaan.
Ampi Mesias menjelaskan, dalam mediasi tersebut nantinya akan dibahas dimana pangkal permasalahannya serta tuntutan masyarakat apa kepada pihak perusahaan mengenai realisasi plasma 20 persen.
"Semoga nantinya semua pihak bisa duduk bersama dan mendapatkan solusi yang terbaik untuk semua permasalahan ini dan tanpa harus ada usur melanggar hukum," harapnya.
Sebelumnya, peristiwa kericuhan yang melibatkan masyarakat dan Aparat di PT Bumi Jaya Alam Permai (BJAP), Kecamatan Seruyan Tengah pada hari Rabu (6/7) kemarin dilatarbelakangi oleh permasalahan tuntutan plasma.
Mengenai awal kejadian bentrok antar masyarakat dan aparat. Pada saat itu pihak Polres Seruyan dan gabungan dari Polda Kalteng melakukan pengamanan untuk pencegahan pengambilan buah sawit oleh masyarakat di lahan perusahaan.
Pihak kepolisian juga sudah berulang kali mengimbau kepada masyarakat, agar tidak melakukan pengambilan buah sawit di lahan tersebut. Terkait tuntutan plasma 20 persen tersebut bisa diadakan audiensi kepada semua pihak.
Namun pihak masyarakat tidak mengindahkan imbauan tersebut, dengan alasan masyarakat masih memiliki hak atas lahan tersebut.