666 perusahaan miliki area kerentanan karhutla tinggi

id karhutla,666 perusahaan miliki area kerentanan karhutla tinggi,LSM Pantau Gambut,Kalteng,gambut

666 perusahaan miliki area kerentanan karhutla tinggi

Petugas dari Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) berusaha memadamkan api dengan semprotan air saat terjadi kebakaran hutan di petak 82A2 Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Cepukan, Kedawak Utara, Ngawi, Jawa Timur, Kamis (20/7/2023). Sebanyak 18 anggota BKPH bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) diterjunkan untuk memadamkan api yang membakar hutan jati seluas kurang lebih 2 hektare tersebut. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pantau Gambut mencatat sebanyak 666 perusahaan dengan status Hak Guna Usaha (HGU) pada area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) memiliki area dengan kerentanan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kelas tinggi.
 
Angka tersebut diperoleh berdasarkan analisis Pantau Gambut, dari total 1.764 perusahaan dengan status HGU pada area KHG.
 
"Pulau Kalimantan menjadi pulau di Indonesia dengan kerentanan karhutla kelas tinggi terluas akibat dominasi konsesi industri ekstraktif," kata Juru Kampanye Pantau Gambut Wahyu Perdana dalam diskusi bertajuk Waspada Api di Pelupuk Mata, yang diikuti di Jakarta, Kamis.
 
Wahyu mengatakan kerentanan karhutla tersebut didominasi oleh konsesi industri ekstraktif dengan status HGU maupun Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).

Dia menyebutkan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat masing-masing dibebani oleh konsesi HGU seluas 300 ribu hektare.
 
Adapun Provinsi Kalimantan Tengah, juga menjadi provinsi dengan beban IUPHHK terluas dengan luas 145 ribu hektare.
 
Selain itu, pihaknya juga menemukan sejumlah catatan terkait Tree Cover Loss (TCL) atau hilangnya vegetasi hijau dominan seluas 421 ribu hektare pada kawasan Fungsi Ekosistem Gambut (FEG) lindung.
 
"Banyaknya vegetasi yang hilang pada FEG lindung menandakan adanya kerusakan ekosistem gambut, sehingga perlu untuk segera dipulihkan," tuturnya.
 
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengantisipasinya dengan melakukan sejumlah aksi mitigasi perlindungan lahan gambut.
 
"Perlindungan lahan gambut menjadi faktor utama dalam menekan terjadinya emisi gas rumah kaca (GRK) akibat rusaknya lahan gambut," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Agus Justianto secara terpisah, Kamis.
 
Dia menjelaskan upaya mitigasi telah diatur pada Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan yang bisa dilaksanakan melalui 22 aksi.
 
Aksi dimaksud, di antaranya melalui pengurangan laju deforestasi lahan mineral, lahan gambut serta mangrove, pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, lahan gambut dan mangrove, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan, serta lainnya.