Saat ditemui dalam acara bincang-bincang bersama di Jakarta, Rabu, Yasinta mengatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memulai gaya hidup berkelanjutan. Salah satunya dengan pemakaian kosmetik atau produk kecantikan isi ulang (refil) agar tidak menambah sampah kemasan produk tersebut.
“Kosmetik itu juga menyumbang sampah karena packaging-nya,” kata Yasinta.
Pemakaian produk kecantikan isi ulang sudah cukup banyak tersedia oleh beberapa jenama, sehingga tidak terlalu sulit untuk menemukan produk isi ulang tersebut. Produk isi ulang menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi sampah berlebih dari kemasan produk kecantikan.
Baca juga: Biasakan baca label kemasan untuk jaga gaya hidup sehat
Selain dari produk kecantikan, penggunaan transportasi umum menjadi alternatif lainnya sebagai bagian dari gaya hidup berkelanjutan. Tingkat pencemaran udara di Indonesia saat ini sudah berada di tahap mengkhawatirkan, sehingga meminimalisasi penggunaan transportasi pribadi dapat mengurangi gas polutan yang menyebabkan polusi udara.
Jika ingin lebih aktif bergerak, Yasinta menyarankan untuk berjalan kaki saat bepergian. Meskipun belum dapat dilakukan secara efektif karena prasarana untuk pejalan kaki di Indonesia masih kurang baik, berjalan kaki ke tempat-tempat tertentu jauh lebih baik dibandingkan menggunakan transportasi pribadi.
“Dari sisi fesyen, kadang kita tidak sadar kalau baju-baju yang kita beli di mal juga termasuk ‘fast fashion’”, kata Yasinta.
“Fast Fashion” merupakan istilah yang digunakan oleh industri tekstil yang memiliki berbagai model fesyen. Model fesyen tersebut kerap berganti dalam waktu yang sangat singkat, sehingga berpotensi menyumbang sampah tekstil ke lingkungan atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Baca juga: Maudy Ayunda ceritakan tentang gaya hidup sehatnya
Yasinta pun menyarankan untuk membeli pakaian atau produk fesyen bekas agar tidak menambah volume sampah di lingkungan. Namun, tetap cermat untuk memilih pakaian yang masih layak pakai dan sesuai dengan selera masing-masing. Begitu pun perlakuan terhadap makanan dengan menghindari sisa makanan terbuang sia-sia.
“Kita bisa meminimalisir food waste dengan menghabiskan makanan kita sendiri,” kata Yasinta.
Menurutnya, makanan yang berakhir menjadi sampah sangat disayangkan karena banyaknya sampah makanan yang dihasilkan setiap harinya. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pelaku bisnis di industri makanan ataupun ritel dapat melakukan tindakan tegas terhadap konsumen yang tidak menghabiskan makanan mereka.
“Mereka (pelaku bisnis) mungkin bisa melakukan denda ketika konsumen tidak menghabiskan makanan, seperti restoran ‘All You Can It’,” kata Yasinta.
Baca juga: Lingkungan dan gaya hidup bisa jadi faktor penyebab kanker kolorektal
Baca juga: Berikut tren gaya hidup aktif dan produktif di 2023
Baca juga: Risiko terserang pneumonia bisa meningkat akibat gaya hidup buruk