Sampit (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk menindaklanjuti aduan warga terkait perusahaan yang ikut menggunakan jalan warga untuk beraktivitas.
“Kami menggelar RDP hari ini untuk mencari titik terang, sehubungan dengan adanya surat yang masuk ke DPRD terkait permasalahan lahan masuk menuju salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kotim Muhammad Kurniawan Anwar di Sampit, Senin.
Hal itu ia sampaikan saat memimpin RDP dalam rangka membahas kepemilikan tanah atau lahan di Jalan Poros PT Sinar Citra Cemerlang (SCC) di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu.
RDP yang dilaksanakan di ruang rapat paripurna DPRD Kotim tersebut menghadirkan sejumlah pihak terkait antara lain, perwakilan warga, perwakilan PT SCC, Camat Cempaga Hulu, Kades Bukit Raya, Asisten I Setda Kotim Bidang Pemerintahan dan Kesra, Dinas PMPTSP dan lainnya.
Dijelaskan, beberapa waktu lalu sejumlah warga mengadukan keberatan tentang PT SCC yang ikut menggunakan jalan milik warga untuk angkutan perusahaan menuju pabrik. Sementara selama ini warga merasa tidak pernah menerima timbal balik dari perusahaan terkait penggunaan jalan tersebut.
Sejumlah warga yang memiliki tanah di sepanjang jalan tersebut merasa dirugikan. Selain itu, peruntukan jalan tersebut sejatinya untuk kepentingan warga, bukan aktivitas perusahaan yang berkelanjutan.
Menanggapi aduan tersebut, DPRD Kotim menggelar RDP demi mencapai kesepakatan untuk kebaikan bersama. Namun menurut Kurniawan, sebelum itu pihaknya perlu melakukan pengecekan dan pencocokan data, sedangkan saat ini pihaknya belum menerima dokumen atau data apapun untuk diperiksa.
Baca juga: Kotim turut gencar bergerak mengakhiri TBC di Indonesia
“Kami perlu data-data pendukung agar bisa memberikan rekomendasi untuk mencapai kesepakatan dan kebaikan bersama. Maka dari itu, kami minta pihak-pihak terkait untuk mengumpulkan data terlebih dahulu,” ujarnya.
Kurniawan melanjutkan, RDP kali ini diskors atau dihentikan sementara dengan dua kesimpulan. Pertama, pihaknya meminta warga maupun perusahaan terkait untuk menyampaikan data-data, baik bukti kepemilikan lahan maupun kesepakatan terkait penggunaan jalan tersebut. Data tersebut diserahkan paling lambat 10 Juni 2024.
Kedua, setelah data yang diminta lengkap, maka DPRD Kotim bersama pemerintah daerah akan melakukan pengecekan lapangan untuk memastikan kebenaran data yang disampaikan.
“Kami minta pengumpulan data jangan ditunda-tunda supaya kami pun bisa bekerja cepat. Kami juga mohon diberi waktu bekerja sampai dengan pengecekan lapangan, jadi jangan ada yang melakukan tindakan yang dapat memicu konflik dan sebagainya,” demikian Kurniawan.
Mewakili Pemkab Kotim, Asisten I Setda Kotim Rihel menyatakan setuju dengan rekomendasi DPRD untuk dilaksanakan pengecekan lapangan. Ia juga meminta dilakukan penelusuran kepemilikan tanah dan pemetaan di sepanjang jalan yang dimaksud.
“Disebutkan ada 24 pemilik lahan, tolong itu ditelusuri siapa saja. Supaya kita tau apakah yang ditangani ini sepanjang Jalan Poros atau hanya yang bermasalah saja. Jangan-jangan nanti setelah ada ganti rugi yang tidak bermasalah pun juga minta. Jadi perlu pemetaan dan kesepakatan bersama di awal,” ujarnya.
Sementara itu, Perwakilan PT SCC Wiguna mengatakan perusahaan mereka saat ini merupakan take over dari PT Lonsum. Ia mengakui memang belum ada ganti rugi terkait penggunaan jalan, namun pada saat PT Lonsum berdiri dan membangun jalan di sekitar perusahaan telah ada perjanjian bersama warga setempat.
Baca juga: Nasib caleg terpilih tersangkut pidana tunggu putusan hukum tetap
Perjanjian itu ialah perusahaan berkewajiban melakukan pemeliharaan jalan yang digunakan untuk operasional perusahaan dan masyarakat sekitar untuk mengangkut hasil panen di ladang. Kemudian setelah dilakukan take over, kewajiban tersebut dilanjutkan oleh PT SCC.
Kendati demikian, pernyataan Wiguna ini harus tetap dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian atau berita acara.
Di sisi lain, salah seorang warga sekaligus pemilik lahan di Jalan Poros, Garap menegaskan pihaknya tetap meminta ganti rugi terkait penggunaan jalan warga. Pihaknya juga siap memenuhi permintaan DPRD untuk mengumpulkan dokumen bukti kepemilikan tanah.
“Sebenarnya kami mendukung kegiatan perusahaan, tapi kami ada kompensasi dari perusahaan untuk pemilik lahan yang digunakan sebagai jalan,” ucapnya.
Ia mengaku menjadi salah satu pemilik lahan di area tersebut sejak 2015 dari warisan sang kakek. Total luas lahan yang dimiliki kurang lebih 3 hektare, akan tetapi yang masuk ke area jalan sekitar 80 meter.
Jalan yang dimaksud adalah jalan poros menuju PT SCC dari jalan negara kurang lebih sepanjang 4-5 km. Jalan itu dibangun sekitar tahun 1997-1998 dan hingga sekarang tidak ada ganti rugi kepada pemilik lahan.
Warga setempat sudah empat kali menyampaikan tuntutan kepada pihak perusahaan untuk ganti rugi jalan tersebut, namun tidak mendapat respons hingga akhirnya pihaknya mengadukan permasalahan ini ke DPRD setempat.
“Kami siap mengumpulkan data sesuai permintaan DPRD, kami punya sertifikat tanah dan surat adat. Intinya kami tetap minta ganti rugi, adapun komitmen setelah ganti rugi nanti terserah perusahaan maunya apa dengan warga sekitar,” demikian Garap.
Baca juga: Ribuan warga hadiri peluncuran Pilkada Kotim 2024
Baca juga: Polda Kalteng jelaskan kronologis satu orang meninggal saat penindakan di Kotim
Baca juga: BMKG prediksi wilayah utara Kotim diliputi musim hujan sepanjang tahun