Polresta Palangka Raya PTDH seorang personel Polisi karena indisipliner
Palangka Raya (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Palangka Raya, Kalimantan Tengah melakukan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) terhadap seorang personelnya karena indisipliner.
Wakapolresta Palangka Raya AKBP Moch. Isharyadi Fitriawan di Palangka Raya, Senin, mengatakan satu orang yang di PTDH tersebut yakni Bripda Wahyu Jaya Kusuma kabur selama 42 hari tanpa keterangan.
"Anggota Satuan Samapta Polresta Palangka Raya itu kini resmi dipecat dari satuannya, setelah dilaksanakan sidang kode etik profesi Polri yang dilaksanakan di Mapolresta setempat," kata Isharyadi.
Dia menuturkan, Bripda Wahyu Jaya Kusuma juga sudah berkali-kali mendapatkan surat panggilan untuk kembali berdinas, namun tidak pernah yang bersangkutan gubris.
Terkait hal tersebut, Propam Polresta Palangka Raya pun berusaha mencari keberadaan personel tersebut, namun tidak ditemukan. Saat sidang dilaksanakan, Wahyu Jaya Kusuma tidak menghadiri persidangan kode etik.
"Dengan putusan PTDH, diharapkan menjadi pembelajaran bagi personel untuk tidak indisipliner, desersi maupun meninggalkan tugas tanpa keterangan," katanya.
Orang nomor dua di lingkup Polresta Palangka Raya tersebut menegaskan, dalam dakwaan yang disampaikan, Wahyu Jaya Kusuma telah meninggalkan tugas dengan tanpa izin dari pimpinan terhitung mulai dari 7 Februari 2024 hingga 4 April 2024 atau berjumlah 42 hari kerja.
Kemudian berdasarkan hasil keputusan hukuman kode etik Profesi Polri Nomor : PUT.KEP/02/VII/2024 pada 15 Juli 2024, Bripda Wahyu Jaya Kusuma resmi dilakukan PTDH.
"Dalam dakwaan sudah jelas, yang bersangkutan telah meninggalkan tugas dengan tanpa izin dari pimpinan hal ini pun dibenarkan oleh para saksi yang mengikuti sidang kode etik Polri, berjumlah tiga personel yaitu Aiptu Sumarlin dan Briptu Yolanda Ika Suhartini Satuan Samapta dan Bripda M. Syarif Hidayatullah dari Seksi Propam," bebernya.
Pamen Polri itu menambahkan, semoga dengan keputusan tegas ini bisa menjadi perhatian bagi seluruh personel Polresta Palangka Raya. Karena, harapan besar seluruh personel menjadi sosok insan Bhayangkara yang patuh hukum dan taat aturan.
Sebelum diambil keputusan, Seksi Propam telah beberapa kali menyerahkan surat pemanggilan kepada yang bersangkutan atau keluarga terkait pelanggaran yang dilakukan.
"Pada intinya semoga hal seperti ini menjadi pembelajaran. Berapa kali dipanggil mangkir dan hasilnya yang bersangkutan mangkir dari pemanggilan tersebut. Tegas, jika ada pelanggaran maka akan ditindak tegas. Jika sudah tidak bisa, maka PTDH menjadi langkah akhir yang harus dilakukan," demikian Isharyadi Fitriawan.
Wakapolresta Palangka Raya AKBP Moch. Isharyadi Fitriawan di Palangka Raya, Senin, mengatakan satu orang yang di PTDH tersebut yakni Bripda Wahyu Jaya Kusuma kabur selama 42 hari tanpa keterangan.
"Anggota Satuan Samapta Polresta Palangka Raya itu kini resmi dipecat dari satuannya, setelah dilaksanakan sidang kode etik profesi Polri yang dilaksanakan di Mapolresta setempat," kata Isharyadi.
Dia menuturkan, Bripda Wahyu Jaya Kusuma juga sudah berkali-kali mendapatkan surat panggilan untuk kembali berdinas, namun tidak pernah yang bersangkutan gubris.
Terkait hal tersebut, Propam Polresta Palangka Raya pun berusaha mencari keberadaan personel tersebut, namun tidak ditemukan. Saat sidang dilaksanakan, Wahyu Jaya Kusuma tidak menghadiri persidangan kode etik.
"Dengan putusan PTDH, diharapkan menjadi pembelajaran bagi personel untuk tidak indisipliner, desersi maupun meninggalkan tugas tanpa keterangan," katanya.
Orang nomor dua di lingkup Polresta Palangka Raya tersebut menegaskan, dalam dakwaan yang disampaikan, Wahyu Jaya Kusuma telah meninggalkan tugas dengan tanpa izin dari pimpinan terhitung mulai dari 7 Februari 2024 hingga 4 April 2024 atau berjumlah 42 hari kerja.
Kemudian berdasarkan hasil keputusan hukuman kode etik Profesi Polri Nomor : PUT.KEP/02/VII/2024 pada 15 Juli 2024, Bripda Wahyu Jaya Kusuma resmi dilakukan PTDH.
"Dalam dakwaan sudah jelas, yang bersangkutan telah meninggalkan tugas dengan tanpa izin dari pimpinan hal ini pun dibenarkan oleh para saksi yang mengikuti sidang kode etik Polri, berjumlah tiga personel yaitu Aiptu Sumarlin dan Briptu Yolanda Ika Suhartini Satuan Samapta dan Bripda M. Syarif Hidayatullah dari Seksi Propam," bebernya.
Pamen Polri itu menambahkan, semoga dengan keputusan tegas ini bisa menjadi perhatian bagi seluruh personel Polresta Palangka Raya. Karena, harapan besar seluruh personel menjadi sosok insan Bhayangkara yang patuh hukum dan taat aturan.
Sebelum diambil keputusan, Seksi Propam telah beberapa kali menyerahkan surat pemanggilan kepada yang bersangkutan atau keluarga terkait pelanggaran yang dilakukan.
"Pada intinya semoga hal seperti ini menjadi pembelajaran. Berapa kali dipanggil mangkir dan hasilnya yang bersangkutan mangkir dari pemanggilan tersebut. Tegas, jika ada pelanggaran maka akan ditindak tegas. Jika sudah tidak bisa, maka PTDH menjadi langkah akhir yang harus dilakukan," demikian Isharyadi Fitriawan.