Jakarta (ANTARA) - Reog Ponorogo secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai bagian dari Warisan Budaya Indonesia. Penetapan ini dilakukan dalam sidang ke-19 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang berlangsung di Paraguay, pada Selasa (3/12).
Dengan pengakuan ini, Reog Ponorogo menjadi warisan budaya Indonesia ke-14 yang tercatat dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) atau Intangible Cultural Heritage (ICH).
Reog Ponorogo, seni tradisional khas Jawa Timur, merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memadukan tarian, musik gamelan, dan aksi teatrikal yang sarat dengan simbol magis dan historis.
Identik dengan menggambarkan singa atau Singo Barong, topeng singa besar yang megah, Reog Ponorogo menggambarkan kekuatan, keberanian, dan kebanggaan budaya lokal.
Pengakuan dari UNESCO terhadap Reog Ponorogo merupakan pencapaian penting dalam upaya pelestarian budaya Indonesia yang kaya.
Dengan adanya pengakuan ini, diharapkan kesenian Reog Ponorogo dapat terus berkembang, menjadi kebanggaan nasional, dan mendorong generasi muda untuk menjaga tradisi budaya yang sarat nilai dan makna ini. Langkah ini juga menjadi wujud komitmen untuk memastikan warisan budaya tetap hidup di tengah perubahan zaman.
Reog Ponorogo adalah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Kesenian ini menggabungkan elemen tari, musik, dan mitologi yang mencerminkan nilai-nilai keberanian, solidaritas, serta dedikasi masyarakat setempat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Selain itu, Reog juga menjadi simbol gotong royong, yang terlihat dari proses penciptaannya, mulai dari pembuatan topeng hingga kerjasama antara seniman, pengrajin, dan komunitas lokal dalam setiap penyajian nya.
Kesenian ini memiliki akar sejarah yang kuat, dengan berbagai versi cerita dan simbolisme yang mendalam. Salah satu kisah yang sering dikaitkan adalah legenda Kerajaan Bantarangin, di mana Reog awalnya diciptakan sebagai tarian perang untuk membangkitkan semangat juang para prajurit.
Tarian ini juga diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada putri atau Dewi Songgolangit dan para prajurit yang gugur dalam peperangan.
Menurut cerita rakyat, seperti dilansir di situs Kebudayaan Kemdikbud, Kesenian Reog Ponorogo dipercaya telah berkembang sejak era Kerajaan Kediri pada sekitar abad ke-9 Masehi.
Seni ini berawal dari wilayah yang dahulu dikenal sebagai Wengker, tempat berdirinya Kerajaan Bantarangin. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Prabu Klana Sewandono, seorang raja muda yang dikenal dengan keadilan dan kebijaksanaannya.
Dalam pemerintahannya, Ia didampingi oleh Patih Pujangga Anom, sosok cerdas dan memiliki kesaktian luar biasa. Dalam tradisi pertunjukan Reog, tokoh Pujangga Anom ini dikenal sebagai Bujangganong, yang menjadi salah satu karakter ikonik dalam tarian tersebut.
Pada suatu malam, Prabu Klana Sewandono bermimpi bertemu seorang putri cantik bernama Putri Songgolangit dari Kerajaan Kediri. Terkagum dengan keindahan sang putri, Prabu Klana memutuskan untuk melamarnya dan segera mengutus Patih Pujangga Anom untuk menyampaikan niat tersebut.
Putri Songgolangit pun setuju dengan syarat, yaitu sang raja harus menciptakan sebuah pertunjukan seni yang unik dan belum pernah disaksikan sebelumnya.
Patih Pujangga Anom mencetuskan ide brilian dengan menghadirkan figur Raja Singo Barong, makhluk mitologi berkepala harimau yang dihiasi bulu merak di punggungnya.
Sosok ini merupakan simbol kekuatan dan keagungan yang sebelumnya telah berhasil ditaklukkan oleh Prabu Klana Sewandono. Elemen ini menjadi bagian penting dari pertunjukan yang dirancang untuk memenuhi permintaan Putri Songgolangit.
Dengan dipadukan musik tradisional, pertunjukan yang melibatkan Prabu Klana Sewandono dan Singo Barong ini pun berhasil memenuhi keinginan Putri Songgolangit akan pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya.
Kesenian ini akhirnya dikenal dengan nama Reog, yang hingga saat ini masih dilestarikan dan dinikmati sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia.
Ada pula versi lain yang menyebutkan bahwa tari Reog awalnya muncul sebagai bentuk hiburan dan penyemangat bagi para prajurit gugur saat sedang berperang. Tarian ini digunakan untuk mengobati rasa rindu dan memotivasi mereka agar tetap semangat dalam mempertahankan keberanian di medan perang.
Seiring berjalannya waktu, Tari Reog menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa Timur, menggabungkan elemen-elemen mistis, keberanian, dan keindahan seni tradisional. Pertunjukan yang memukau ini terus dilestarikan sebagai warisan budaya yang dihargai oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini.