Jakarta (ANTARA) - Dokter ahli menjelaskan bahwa pembuluh darah di otak bisa pecah antara lain karena tekanan darah terlalu tinggi atau ada kelainan pada pembuluh darah.
"Pembuluh darah bisa pecah karena tekanan yang tinggi, sehingga tidak tahan dengan tekanan ini, sehingga dia pecah, atau memang pada dasarnya ada kondisi kelainan sudah tipis," kata Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S (K) saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
"Jadi kasus pecahnya pembuluh darah itu paling utama, kita harus tahu faktor risiko utamanya," katanya.
Dokter lulusan Universitas Indonesia yang kini berpraktik di Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta itu mengibaratkan pembuluh darah seperti pipa yang berfungsi membawa cairan berisi oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian tubuh.
Pipa tersebut bisa mengembang dan berisiko pecah kalau tekanan cairan di dalamnya terlalu kuat, melampaui kemampuan pipa untuk menahannya.
Prof. Yuda menjelaskan bahwa pembuluh darah bisa membengkak dan kemudian pecah pada pasien yang mengalami hipertensi menahun atau mendadak mengalami tekanan darah tinggi.
Menurut dia, dinding pembuluh darah yang tipis atau rapuh juga bisa menyebabkan pembuluh pecah.
"Pipa yang rapuh dan ini bisa dibawa secara genetik atau karena proses degeneratif atau penuaan. Di mana pipa jadi rapuh, sering pada orang tua tanpa tekanan darah tinggi, pipa rapuh dan gampang pecah," katanya.
Prof. Yuda mengatakan bahwa keparahan akibat pecahnya pembuluh darah pada otak bergantung pada tingkat pendarahan dan lokasi pendarahan terjadi.
"Volume darah makin banyak risiko kematian makin besar, tetapi juga lokasi penting. Pendarahan biasanya tidak banyak, tapi letaknya di batang otak jelas fatal," katanya.
"Jadi kematian itu bisa karena besar volumenya atau lokasinya, tidak semata-mata dari volumenya," ia menambahkan.
Prof. Yuda menekankan pentingnya penerapan pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan sehat, rutin melakukan aktivitas fisik, menjauhi alkohol dan rokok, serta menghindari stres untuk mencegah hipertensi.
Rektor Unika Atma Jaya itu menyarankan individu berusia 40 tahun ke atas secara berkala mengukur tekanan darah agar bisa mendeteksi dini peningkatannya.
Baca juga: Ini 10 kiat untuk terhindar dari penyakit hipertensi
Baca juga: Rutin ukur hipertensi bantu minimalisasi penyakit jantung
Baca juga: Polusi kendaraan bermotor picu tekanan darah tinggi