Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Halikinnor mengatakan, pembangunan stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan (SPBN) akan segera terwujud karena sudah mendapat izin dari pemerintah pusat.
"Insya Allah akhir bulan Januari atau paling lambat awal Februari akan kita bangun SPBN supaya masyarakat tidak lagi kesulitan mendapatkan BBM atau minyak solar," kata Halikinnor di Sampit, Kamis.
Halikinnor tidak menyebutkan lokasi persis SPBN akan dibangun. Namun rencananya di sekitar kawasan Sentra Perikanan Terpadu Sijura di Desa Sei Ijum Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.
Dia meyakinkan bahwa rencana pembangunan SPBN tersebut sudah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.
Halikinnor menjelaskan, SPBN berbeda dengan SPBU pada umumnya. SPBN akan melayani bahan bakar minyak, khususnya solar untuk kebutuhan nelayan yang hendak melaut dan petani yang mengoperasikan alat produksi pertanian.
"Harganya khusus bersubsidi karena langsung harga dari SPBU dan boleh pakai jeriken karena memang untuk keperluan kapal nelayan maupun alsintan pertanian," tambah Halikinnor.
Dia menceritakan, rencana pembangunan SPBN sudah lama diupayakan oleh pemerintah daerah, bahkan sejak bupati terdahulu, namun terkendala. Oleh karena itu dia bersyukur karena rencana itu bisa segera diwujudkan.
Baca juga: Warga Sampit diminta tak beri makan buaya ketika muncul ke pemukiman
"Harapannya tidak ada lagi kendala dan tidak ada lagi kesulitan untuk masyarakat berkembang, terutama dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan," demikian Halikinnor.
Berdasarkan data ANTARA, pada 2015 lalu sudah pernah akan dibangun SPBN di Pusat Pendaratan Ikan Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit. Saat itu dialokasikan dari dana APBD Kotawaringin Timur tahun 2015 sebesar Rp997 juta.
Kontrak pembangunannya dimulai pada 21 April dan harus sudah selesai pada 18 Agustus 2015. Lelang proyek pembangunan ini dimenangkan salah satu perusahaan lokal. Namun diduga karena belum berpengalaman, perusahaan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga kontrak berakhir.
Perusahaan sempat diberi toleransi untuk melanjutkan pekerjaan dalam waktu 50 hari. Selama waktu itu, perusahaan wajib membayar denda akibat keterlambatan pekerjaan yang besarnya hampir Rp1 juta per hari.
Namun setelah 50 hari berlalu, ternyata perusahaan tersebut tidak juga mampu memenuhi kewajibannya menyelesaikan pembangunan SPBN itu. Proyek itu akhirnya gagal karena saat lelang, hanya satu perusahaan tersebut yang mendaftar.
Pemerintah daerah menegaskan tidak dirugikan dalam kegiatan itu karena perusahaan tersebut bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang sempat dijalankan.
Baca juga: DPRD Kotim evaluasi sektor pariwisata imbas kapal tenggelam
Baca juga: Pemkab Kotim kejar peningkatan akreditasi perpustakaan daerah
Baca juga: Polda Kalteng limpahkan tersangka korupsi di Kotim ke Kejaksaan