Jakarta (ANTARA) - Mantan staf khusus eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, yakni Jurist Tan (JT), kembali tidak memenuhi panggilan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Hari ini telah dijadwalkan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan sebagai saksi berdasarkan surat yang diajukan oleh kuasa hukumnya. Akan tetapi, sampai saat ini yang bersangkutan tidak hadir,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa.
Sebagai informasi, Jurist Tan dipanggil oleh penyidik untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019—2022.
Kapuspenkum mengatakan bahwa kuasa hukum Jurist Tan telah kembali mengirimkan surat kepada penyidik terkait ketidakhadiran Jurist dalam pemeriksaan hari ini.
Baca juga: Kejagung panggil lagi tiga mantan stafsus Nadiem Makarim dalam dugaan korupsi
“Alasannya bahwa yang bersangkutan masih ada urusan-urusan yang bersifat pribadi atau keluarga,” katanya.
Dalam surat itu pula, lanjut Kapuspenkum, kuasa hukum Jurist meminta agar penyidik mempertimbangkan untuk memeriksa kliennya secara daring atau penyidik mendatangi kediaman Jurist.
Terkait permintaan tersebut, Kapuspenkum menyebut saat ini masih didiskusikan oleh penyidik.
“Karena sepertinya yang bersangkutan (Jurist Tan), kalau tidak salah, tidak berada di Indonesia. Karena perbedaan yurisdiksi, wilayah, negara, maka tentu membutuhkan terapi. Ini sekarang sedang dibicarakan oleh penyidik,” ujarnya.
Diketahui, Kejagung tengah menyidik perkara dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook ini.
Baca juga: Kejagung selidiki skandal pengadaan 'Chromebook' Rp9,9 triliun, 28 saksi diperiksa
Kapuspenkum Harli Siregar mengatakan penyidik mendalami dugaan adanya pemufakatan jahat oleh berbagai pihak dengan mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan bantuan peralatan yang berkaitan dengan pendidikan teknologi pada tahun 2020.
"Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada sistem operasi Chrome," katanya.
Padahal, kata dia, penggunaan Chromebook bukanlah suatu kebutuhan. Hal ini karena pada tahun 2019 telah dilakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbudristek dan hasilnya tidak efektif.
Baca juga: Kejagung tangkap buronan kasus pembacokan jaksa di Deli Serdang
Dari pengalaman tersebut, tim teknis pun merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek saat itu mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang merekomendasikan untuk menggunakan operasi sistem Chrome.
Dari sisi anggaran, Harli mengatakan bahwa pengadaan itu menghabiskan dana sebesar Rp9,982 triliun.
Dana hampir puluhan triliun tersebut terdiri atas Rp3,582 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun berasal dari dana alokasi khusus (DAK).
Baca juga: Pengadaan laptop Rp 9,9 triliun disorot, Kejagung geledah apartemen stafsus eks Mendikbudristek
Baca juga: Miss Indonesia 2010 diperiksa terkait kasus minyak mentah
Baca juga: Kejagung sita Rp11,8 triliun dari PTWilmar Group soal kasus ekspor CPO