"Kita mencurigai ada praktek korupsi dalam pengelolaan parkir, sehingga sulit untuk ditertibkan karena banyak pihak yang berkentingan di dalamnya," katanya di Sampit, Kamis.
Dugaan korupsi itu dilakukan mulai dari juru parkir, perusahaan pengelola parkir hingga oknum pemerintah, dalam hal ini Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo).
Akibat praktek yang diduga korupsi itu, dalam pengelolaan parkir juga mengakibatkan adanya pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati (Perbup).
Shaleh mengatakan, salah satu bukti pelanggaran yang sampai saat ini tidak dapat ditertibkan pejabat Dishubkominfo adalah terkait masalah tarif parkir oti sendiri.
Mengacu pada Perda Nomor 20 Tahun 2012, tariff parker untuk kendaraan roda dua ditetapkan sebesar Rp1.000, tapi fakta di lapangan para juru parkir memungut Rp2.000 per kendaraan.
Sedangkan tarif kendaraan roda empat dan sejenisnya dalam Perda itu ditetapkan sebesar Rp3.000, tapi di lapangan para juru parkir memungut Rp5.000 per kendaraan.
Pelanggaran lain yang juga terjadi dalam pengelolaan parkir di Kotawaringin Timur (Kotim) adalah tidak adanya karcis dalam setiap pungutan parkir.
"Saya lihat sebagian besar pengelola parkir di Kotim belum mematuhi aturan yang berlaku, sehingga tarif parkir lebih mahal dibandingkan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 20 tahun 2012 tentang Parkir," katanya.
Shaleh juga menyatakan menemukan juru parkir yang memaksa komsumen saat memungut biaya, yaitu menolak dibayar sesuai Perda yakni sebesar Rp1.000 dan memaksa pembayaran sebesar Rp2.000.
"Apa yang dilakukan juru parker itu sebenarnya sudah masuk dalam kategori pemerasan dan bisa dilaporkan ke polisi karena itu merupakan salah satu tindakan yang melanggar hukum," ucapnya.
Shaleh juga meminta masyarakat membayar parker sesuai Perda, yakni sebesar Rp1.000. Jika juru parkir memaksa, maka masyarakat berhak menolaknya.