Jakarta (Antara Kalteng) - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI meminta pimpinan Bloomberg Televisi Indonesia Rosan Roeslani membayar pesangon beberapa mantan karyawan sesuai perjanjian tertulis.
"Kemenaker akan mempertanyakan dan mempertimbangkan untuk memanggil pimpinan Bloomberg TV Indonesia jika mengabaikan hak mantan karyawannya," kata Staf Khusus Kemenaker RI Dita Indah Sari saat dikonfirmasi di Jakarta Jumat.
Rosan Roeslani yang menjadi Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) itu, menurut dia harus mematuhi kesepakatan tertulis yang ditandatangani bersama mantan karyawan Bloomberg TV Indonesia.
Ia mengaku beberapa kali menerima mantan karyawan tv swasta khusus berita ekonomi itu guna berdialog dan mendukung perjuangan untuk mendapatkan haknya.
Staf khusus itu berjanji akan mengawal langkah mediasi maupun proses hukum bekas karyawan Bloomberg TV Indonesia melalui tim hukum Kemenaker RI.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers Nawawi Bahrudin menambahkan Rosan sebagai pemegang saham mayoritas Bloomberg TV Indonesia harus patuh terhadap kesepakatan yang ditandatangani.
Diungkapkan Nawawi, Rosan telah bertemu dengan mantan karyawan sebanyak dua kali pada 8 Juli 2015 dan 2 Maret 2016 dengan perjanjian di atas materai untuk membayar seluruh maupun sebagian pesangon mantan pegawai Bloomberg TV Indonesia.
Sementara itu, Koordinator Perkumpulan Eks-Karyawan Bloomberg TV Indonesia Arif Budiman menegaskan pihaknya melalui LBH Pers akan menggugat pimpinan perusahaan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika tidak ada titik temu.
Arif menuntut mantan Direktur Utama Adhitya Chandra Wardhana dan pemegang saham Rosan Roeslani memenuhi kesepakatan pembayaran pesangon mantan karyawan.
Sebelumnya, Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan memanggil bekas karyawan dan wakil Bloomberg TV Indonesia guna mengikuti mediasi pertama pada Rabu (4/5), namun perwakilan dari perusahaan tidak hadir.
Arif menyebutkan mantan karyawan menuntut pembayaran pesangon sesuai dengan kesepakatan tertulis yang ditandatangani bersama saat pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Juni 2015.