Pemotongan tunjangan ASN akibat keterlambatan pelaporan absensi

id Pemotongan tunjangan ASN akibat keterlambatan pelaporan absensi,Bupati Kotim,Kotawaringin Timur,Supian Hadi,SAMPIT

Pemotongan tunjangan ASN akibat keterlambatan pelaporan absensi

Bupati Kotim H Supian Hadi. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Bupati Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah H Supian Hadi menyoroti polemik pemotongan tunjangan tambahan penghasilan pegawai yang menurutnya terjadi akibat keterlambatan pelaporan rekapitulasi absensi "fingerprint" atau pindai sidik jari dari intansi tersebut.

"Kalau terjadi seperti itu, tanyakan pimpinan anda karena itu bukan salah bupati atau BKD (Badan Kepegawaian Daerah) karena aturan sudah jelas. Tanyakan apa tanggung jawab pimpinan anda. Saya minta ini harus menjadi perhatian bersama karena sangat rawan lantaran menyangkut hak orang kalau dipotong," kata Supian Hadi di Sampit, Sabtu.

Supian mengaku mendapat laporan kejadian pemotongan tunjangan pegawai diduga akibat kelalaian dalam pengelolaan dan pelaporan absensi sidik jari. Supian mengaku prihatin karena kejadian itu membuat pegawai yang sudah bekerja sesuai aturan, menjadi dirugikan.

Sesuai aturan, laporan absensi harus diserahkan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya. Bahkan disarankan diserahkan lebih awal sehingga jika ada kekeliruan, masih ada waktu untuk memperbaikinya.

Jika penyerahan laporan tersebut terlambat maka tunjangan akan dipotong sesuai aturan. Begitu pula jika terjadi kekeliruan dalam rekapitulasi data absensi, maka tunjangan yang dibayarkan sesuai dengan data yang diverifikasi.

Kondisi itu tentu akan merugikan pegawai yang sudah menjalankan tugas dengan baik sesuai aturan. Keteledoran petugas pengelola absensi dan kurang tanggapnya pimpinan instansi, berdampak merugikan pegawai karena tunjangan mereka dipotong.

Pemerintah daerah membayar tunjangan tambahan penghasilan pegawai berdasarkan hasil rekapitulasi absensi sidik jari. Jika membayar melebihi dari jumlah yang ada bukti laporannya, malah pemerintah daerah melanggar hukum.

"Kalau terjadi pemotongan, pasti ada sesuatu yang salah di sana. Kami tidak ada memotong sepeser pun atau 1 persen pun, apalagi sampai 50 persen karena itu hak orang. Kalau sampai pelaporan yang lambat, itu berarti pimpinannya atau petugas teknisnya yang lalai sehingga hak orang lain dipotong, walaupun dia tidak memakan duitnya," kata Supian.

Sebelumnya, polemik pemotongan tunjangan tambahan penghasilan pegawai terjadi di RSUD dr Murjani Sampit. Puluhan pegawai bahkan sempat mendatangi Badan Kepegawaian Daerah untuk mengadu dan minta solusi karena tunjangan mereka dipotong padahal selama ini mereka menjalankan tugas tepat waktu dan mengisi absensi sidik jari sesuai aturan.

Kejadian itu terjadi diduga karena kelalaian pengelolaan dan pelaporan rekapitulasi absensi pindai sidik jari oleh manajemen RSUD dr Murjani Sampit. Akibatnya, pemerintah daerah membayar tunjangan hanya berdasarkan data yang ada, namun oleh pegawai dinyatakan salah dan merugikan pegawai.

Sekretaris Daerah Halikinnor mengatakan, solusi masalah itu adalah perbaikan laporan oleh manajemen rumah sakit tersebut. Saat ini data sedang diverifikasi oleh Badan Kepegawaian Daerah.

"Yang dibayar hanya yang ada buktinya. Kalau ada yang tidak terdata, tidak bisa dibayar. Mudah-mudahan segera selesai. Kalau sudah siap, pembayarannya paling lambat diusulkan dalam APBD Perubahan nanti," demikian Halikinnor.