Polri tegaskan saat unjuk rasa tak dibekali senjata tajam, terkait tewasnya mahasiswa saat demo
Jakarta (ANTARA) - Polri menegaskan personel yang mengamankan unjuk rasa tidak dibekali senjata tajam, terkait tewasnya seorang mahasiswa di tengah aksi unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara.
"Yang jelas sesuai SOP, seluruh anggota Polri dalam pengamanan dan pengawalan pengunjuk rasa atau demo tidak dibekali peluru tajam, hanya dibekali tameng, kemudian water cannon dan gas air mata," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan penyebab kematian mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo bernama Randi (21) itu masih menunggu hasil autopsi sehingga tidak dapat disimpulkan karena peluru tajam.
Dalam menyimpulkan penyebab kematian karena peluru tajam, tutur dia, harus melalui proses pembuktian ilmiah, dimulai dengan pengecekan ada tidaknya proyektil.
Baca juga: Seorang mahasiswa meninggal dunia saat unjuk rasa di DPRD Sultra
Apabila proyektil ditemukan, selanjutnya dilakukan uji balistik untuk menentukan jenis senjata serta pembandingnya.
Untuk kemungkinan penumpang gelap unjuk rasa di Sulawesi Tenggara, Dedi Prasetyo menuturkan masih dilakukan pendalaman.
"Semua akan didalami berdasarkan fakta hukum akan didalami. Kami tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Polri ketika menetapkan status hukum seseorang semuanya harus jelas," ucap dia.
Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo, asal Desa Lakarinta, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, bernama Randi (21) disebutnya saat unjuk rasa terjatuh kemudian dievakuasi teman-temannya Rumah Sakit TNI AD dr Ismoyo pada pukul 16.18 Wita, tetapi tidak terselamatkan.
Kamudian jenazah mahasiswa tersebut dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Kendari untuk dilakukan autopsi.
Baca juga: Korban meninggal akibat demonstrasi anarkis di Wamena bertambah 22 orang
"Yang jelas sesuai SOP, seluruh anggota Polri dalam pengamanan dan pengawalan pengunjuk rasa atau demo tidak dibekali peluru tajam, hanya dibekali tameng, kemudian water cannon dan gas air mata," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan penyebab kematian mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo bernama Randi (21) itu masih menunggu hasil autopsi sehingga tidak dapat disimpulkan karena peluru tajam.
Dalam menyimpulkan penyebab kematian karena peluru tajam, tutur dia, harus melalui proses pembuktian ilmiah, dimulai dengan pengecekan ada tidaknya proyektil.
Baca juga: Seorang mahasiswa meninggal dunia saat unjuk rasa di DPRD Sultra
Apabila proyektil ditemukan, selanjutnya dilakukan uji balistik untuk menentukan jenis senjata serta pembandingnya.
Untuk kemungkinan penumpang gelap unjuk rasa di Sulawesi Tenggara, Dedi Prasetyo menuturkan masih dilakukan pendalaman.
"Semua akan didalami berdasarkan fakta hukum akan didalami. Kami tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Polri ketika menetapkan status hukum seseorang semuanya harus jelas," ucap dia.
Mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Halu Oleo, asal Desa Lakarinta, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, bernama Randi (21) disebutnya saat unjuk rasa terjatuh kemudian dievakuasi teman-temannya Rumah Sakit TNI AD dr Ismoyo pada pukul 16.18 Wita, tetapi tidak terselamatkan.
Kamudian jenazah mahasiswa tersebut dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Kendari untuk dilakukan autopsi.
Baca juga: Korban meninggal akibat demonstrasi anarkis di Wamena bertambah 22 orang