Akibat permasalahan tata batas dengan Tabalong, wilayah Bartim diduga berkurang

id Dprd bartim, bartim, barito timur, zain alkim, tata batas, tabalong, tanjung, kalteng, kalimantan tengah, tamiang layang, sumber daya alam, kerugian

Akibat permasalahan tata batas dengan Tabalong, wilayah Bartim diduga berkurang

Ketua Komisi I DPRD Bartim Zain Alkim. (ANTARA/Habibullah)

Tamiang Layang (ANTARA) - Permasalahan tata batas antara Kabupaten Barito Timur dengan Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan berpotensi menyebabkan hilangnya pendapatan Provinsi Kalimantan Tengah senilai Rp30 triliun sebagai penerimaan daerah.

Ketua Komisi I DPRD Bartim Zain Alkim di Tamiang Layang, Rabu mengatakan, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 40 tahun 2018 tentang batas daerah Tabalong dengan Bartim, diduga menyebabkan berkurangnya wilayah Bartim sebanyak 300 kilometer².

“Pada 300 kilometer² tersebut terdapat sumber daya alam (SDA) diantaranya uranium, minyak dan gas, emas, batu bara, batu granit dan potensi wisata alam yang jika dikelola dengan baik bisa dikonversikan senilai Rp30 triliun,” katanya.

Pemkab Bartim akan menerima dana yang cukup besar dari potensi perolehan dana Rp30 triliun tersebut. Selanjutnya dana yang diperoleh bisa digunakan untuk pembangunan, terlebih Bartim merupakan salah satu kabupaten di Kalteng yang dekat dengan calon ibu kota negara (IKN) yang baru.

Hal itu telah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri di Jakarta saat kunjungan kerja baru-baru ini. Intinya berkonsultasi dengan adanya penetapan tata batas, karena mengakibatkan Desa Dambung bermasalah alias hilang.

Menurutnya warga Desa Dambung menyampaikan pernyataan keberatan dan belum menerima penetapan tata batas dari Mendagri. Warga Desa Dambung menginginkan menjadi warga Bartim.

 “Hasil ke Mendagri akan segera kami kordinasikan dengan Pemkab Bartim untuk membahas kembali masalah tata batas atau kemungkinan dikaji ulang terkait penetapan tata batas Bartim-Tabalong,” kata mantan anggota DPRD Kalteng itu.

Dari Kemendagri mempersilakan Pemkab Bartim melakukan upaya keberatan. Saat di Jakarta, pejabat Kemendagri seakan menyalahkan Pemkab Bartim yang tidak kooperatif dalam penyelesaian tata batas, seperti data yang kurang karena tidak menyajikannya dan menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada pemerintah pusat.

Dalam watu dekat juga akan dilaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan mengundang eksekutif. Selain itu, membahas terkait tata batas Bartim-Tabalong dengan melibatkan masyarakat.

Dari pihak Dirjen Adminitrasi Tata Batas Wilayah, Pemkab Bartim memiliki hak mengajukan riview atau gugatan dengan mengutarakan alasan-alasan yang kuat.

“Perlu ada kesimpulan, apakah mengambil langkah hukum atas Permendagri, sebab kesepakatan dua gubernur dan dua bupati yang tidak ditetapkan dalam Permendagri tersebut,” ucap mantan Bupati Bartim dua periode tersebut.