Palangka Raya (ANTARA) - Agar masyarakat tidak kebingungan memahami restrukturisasi kredit maupun pembiayaan yang dilakukan oleh pemerintah, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah terus mensosialisasikannya.
"Melalui berbagai media dan kesempatan, kami terus mensosialisasikannya, sehingga masyarakat bisa memahaminya dengan baik dan tidak salah mengerti," kata Kepala OJK Kalteng Otto Fitriandy saat dihubungi dari Palangka Raya, Minggu.
Ia menjelaskan, restrukturisasi adalah keringanan pembayaran cicilan pinjaman pada bank maupun leasing, namun restrukturisasi bukanlah penghapusan utang.
Cicilan tersebut tetap harus dibayarkan, hanya saja diberikan keringanan berdasarkan penilaian dan kesepakatan bersama, antara nasabah atau debitur dengan pihak bank maupun leasing.
Otto menjabarkan, sejumlah bentuk keringanan yang dimaksud, seperti penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, serta konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
Contoh konkrit pemberian pemberian keringanan, misal seorang pengemudi ojek daring sebelumnya ramai penumpang, namun pasca virus corona menjadi sulit mendapat penumpang. Ia pun kesulitan membayar cicilan motor. Kondisi itu membuatnya bisa mendapat keringanan penundaan pembayaran pokok/bunga, misalnya 3,6,9 atau 12 bulan sesuai kesepakatan bersama.
"Agar seseorang bisa mendapatkan keringanan dimaksud, bisa langsung menghubungi bank/leasing tempat mereka meminjam tanpa perlu datang ke kantornya," katanya.
Otto menyarankan, masyarakat bisa menghubungi bank/leasing melalui telepon, email maupun sarana komunikasi digital lainnya. Hal itu dilakukan, sebab semua pihak diminta mengurangi aktivitas di luar rumah, guna mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19.
"Beberapa pengumuman bank/leasing yang memberikan keringanan bisa dilihat pada website atau media sosial resmi OJK," katanya menjelaskan.
Otto menegaskan, pemberian keringanan diutamakan untuk usaha kecil yang terkena dampak COVID-19 dengan nilai pinjaman dibawah Rp10 miliar, seperti UMKM, pekerja harian, nelayan, ojek daring, serta usaha kecil lainnya yang pada akhirnya kesulitan membayar cicilan.
Ia mengingatkan pemberian keringanan hanya untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Jika seseorang masih memiliki penghasilan tetap atau sanggup membayar, diminta tidak memanfaatkan kebijakan tentang keringanan tersebut.
"Biarkan bank maupun leasing fokus membantu saudara-saudara kita yang memang membutuhkan," jelas Otto Fitriandy.
Pemberian keringanan bertujuan membantu masyarakat yang kesulitan membayar pinjaman, namun di sisi lain dapat menjaga stabilitas keuangan. Alasan pemberian keringanan dilakukan selektif, sebab bank/leasing juga mengalami kesulitan pemasukan akibat pandemi COVID-19.
Padahal itu bank/leasing tetap harus membayar bunga kepada para penabung atau investor dan mengeluarkan biaya operasional, seperti menggaji karyawan, biaya sewa, listrik dan lainnya, sementara tidak ada pendapatan dari nasabah. Jika harus menghapus semua utang, bank/leasing terancam tutup, PHK pegawai dan akhirnya berimbas pada ekonomi Indonesia.