Cegah intoleransi dan radikalisme di kampus melalui orientasi maba

id Iain palangka raya, dr khairil anwar, kalteng, kalimantan tengah, intoleransi, radikalisme,Orientasi mahasiswa baru

Cegah intoleransi dan radikalisme di kampus melalui orientasi maba

Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya, Dr Khairil Anwar. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Palangka Raya (ANTARA) - Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya Dr Khairil Anwar mengatakan, pihaknya memiliki masa orientasi bagi mahasiswa baru (maba) yang disebut dengan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).

"Dalam PBAK tersebut pihak kampus juga menyampaikan, agar para maba mewaspadai adanya paham-paham intoleransi dan radikalisme di sekitarnya," katanya di Palangka Raya, Sabtu.

Ia menyampaikan ada berbagai macam aliran maupun pemahaman yang beragam di Indonesia dan sebenarnya sejak zaman Ali bin Abi Thalib, sudah muncul suatu paham yang cenderung beraliran ekstrem kanan yakni Khawarij.

Khairil menjelaskan hal ini penting disampaikan kepada mahasiswa bahwa kelompok-kelompok ini cenderung ekstrem sampai membunuh Ali bin Abi Thalib dan yang membunuh itu adalah bagian dari kelompok Khawarij. Kelompok Khawarij adalah contoh kelompok yang termasuk ekstrem kanan yang intoleran.

”Nah ini tolong jadi perhatian bagi para mahasiswa, agar jangan sampai terpengaruh kelompok-kelompok ekstrem kanan seperti itu. Termasuk juga kami sampaikan tentang radikalisme yang cenderung pola pikirnya itu tekstualis,” ungkapnya yang juga Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalteng itu.

Lebih lanjut pria yang juga menjabat Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalteng itu menyebutkan, kelompok semacam ini pola berpikirnya seperti kacamata kuda dalam memahami ajaran Islam atau dalam memahami agama.

Sehingga menurutnya, kelompok seperti itu mengklaim bahwa milik merekalah yang paling benar, sedangkan milik orang lain salah, bahkan begitu berdosa.

”Jadi mereka ini tidak bisa menerima terhadap adanya perbedaan, lalu akhirnya menjadi intoleran. Intoleran akhirnya yang menimbulkan dia bisa membawa kepada terorisme, mengkafirkan orang dan sebagainya itu,” ucap Khairil.

Sebab itulah termasuk dalam kelompok-kelompok yang memang radikal dalam artian negatif. Menurutnya hal ini perlu disampaikan kepada seluruh mahasiswa, baik mahasiswa lama maupun baru agar jangan sampai terbawa.

Ia menyampaikan mungkin saat ini Khawarij itu sudah tidak ada lagi strukturnya, tapi pola-pola berpikirnya itu masih ada.

”Contohnya orang yang ingin mendirikan negara Islam di Syria dan Irak atau ISIS. ISIS itu termasuk orang-orang yang cenderung mengkafirkan orang dan menyatakan orang lain itu salah,” tutur Imam Besar Masjid Darussalam Palangka Raya itu.

Sedangkan di Indonesia, ia mengatakan negara ini berdasarkan Pancasila yang sudah sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Maka tentu menurutnya bersama-sama harus mengikuti negara hasil dari kesepakatan 'founding fathers' ini.

Negara ini adalah negara hasil kesepakatan, mitsaqan ghaliza atau disebut sebagai negara yang berdasarkan kesepakatan.

”Maka kesepakatan itu harus dijaga dengan baik. Nah inilah paham yang moderat,” jelasnya.

Perlu dilakukan penyesuaian kontekstualnya dengan masyarakat Indonesia, karena adanya perbedaan dengan negara Arab.

Islam yang Rahmatan Lil Alamin, sebab negara ini ada berbagai agama, suku maupun golongan, maka dari itu harus ada toleransi dalam perbedaan.

”Jadi awalnya dari Khawarij lalu sekarang ada kelompok-kelompok yang dia cenderung menyalahkan Pancasila, menyalahkan juga NKRI harusnya khilafah. Nah kelompok-kelompok inilah yang harus kita waspadai, agar jangan sampai masuk ke kampus, ini peringatan kami kepada mahasiswa,” terangnya.

Selain kelompok ekstrem kanan, menurut Khairil ada juga kelompok ekstrem kiri yang juga perlu diwaspadai. Inilah yang dikhawatirkan, mahasiswa jangan sampai terbawa ekstrem kanan ataupun ektrem kiri.

Untuk itu perlu mengajak mahasiswa harus ada di tengah. Sebab di tengah itu adalah 'ahlu sunnah wal jamaah', disitulah menurutnya yang perlu diperkuat.

”Jadi yang ektrem kiri, ektrem kanan itu harus kita ajak ke tengah. Ini yang kami minta kepada mahasiswa. Islam yang moderat, Islam yang washatiyah selain penguatan tentang kebangsaan Pancasila,” papar Khairil mengakhiri.