Satgas Penanganan COVID-19 Kotim tanggapi polemik perbedaan hasil pemeriksaan pasien
Sampit (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menanggapi polemik perbedaan hasil pemeriksaan oleh dua rumah sakit yang menangani almarhum Pelaksana Tugas Direktur RSUD dr Murjani Sampit dr Febby Yudha Herlambang.
"Ini perlu kita luruskan karena ini berpengaruh terhadap legitimasi sebuah rumah sakit. Makanya masyarakat perlu tahu kronologis dan faktanya supaya tidak salah paham," kata Wakil Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur yang juga Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin saat memimpin konferensi pers di Sampit, Senin.
Hadir dalam jumpa pers itu Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur dr Faisal Novendra Cahyanto, Koordinator Penanganan COVID-19 RSUD dr Murjani Sampit yaitu dr Efraim K Biring dan penanggung jawab Laboratorium PCR RSUD dr Murjani Sampit dr Ikhwan Setiabudi.
Jumpa pers ini menyikapi polemik di masyarakat terkait hasil pemeriksaan almarhum dr Febby Yudha Herlambang. Hasil pemeriksaan tes swab PCR di RSUD dr Murjani Sampit menunjukkan positif COVID-19, selanjutnya hasil pemeriksaan oleh RS Polri Kramat Jati menunjukkan almarhum negatif COVID-19.
Hasil ini kemudian menjadi polemik di tengah masyarakat, bahkan ada yang meragukan hasil pemeriksaan salah satu rumah sakit. Untuk itulah Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur perlu menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman.
"Dari penjelasan tim dokter sudah jelas. Kalau bahasa awam saya, tanggal 16 November almarhum hasilnya positif. Tanggal 23 November diterbangkan dirujuk ke rumah sakit di Jakarta. Tanggal 25 November meninggal dunia dan diambil swab, ternyata hasilnya negatif. Selama sembilan hari itu, bukan hal aneh kalau ternyata COVID-19 sudah tidak ditemukan lagi karena memang diobati," kata Jakin.
Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur, dr Faisal Novendra Cahyanto menjelaskan, pemeriksaan swab PCR pada 16 November menunjukkan hasil positif COVID-19. Sehari kemudian almarhum mulai dirawat di ruang isolasi penanganan pasien COVID-19 RSUD dr Murjani Sampit.
Atas inisiatif pihak keluarga, almarhum Yudha dirujuk ke RS Polri Kramat Jati pada 23 November menggunakan pesawat khusus. Namun pada 25 November sore kondisinya memburuk dan meninggal dunia pukul 18.00 WIB.
"Tes swab PCR di Jakarta pada 25 November dengan hasil negatif. Itu sembilan hari setelah pemeriksaan awal sebelumnya di Sampit," kata Faisal.
RSUD dr Murjani Sampit diwakili dr Efraim menyatakan, melalui penegakan diagnosa terhadap spesimen swab almarhum dr Yudha, hasilnya memang menunjukkan positif COVID-19. Untuk itulah penanganan dilakukan sesuai protokol penanganan pasien COVID-19.
Baca juga: DPRD Kotim dukung pemecatan ASN meninggalkan tugas
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan diagnosa dan evaluasi. Jika kemudian saat berada di RS Polri Kramat Jati menunjukkan hasil negatif, maka itu tidak lantas menggugurkan hasil pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan di RSUD dr Murjani Sampit.
"Pasien meninggal bisa karena infeksi sangat berat dan terjadi badai sitokin yang membuat kerusakan parah pada organ-organ tubuh sehingga menyebabkan kegagalan meski hasilnya sudah negatif," kata Efraim.
Sementara itu dr Ikhwan Setiabudi menyatakan bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan tes swab oleh Laboratorium PCR RSUD dr Murjani Sampit. Hasil pemeriksaan saat itu memang menunjukkan positif COVID-19.
Ikhwan menegaskan, tidak ada sedikitpun niat seluruh jajaran rumah sakit membeda-bedakan pelayanan terhadap pasien. Semua pasien diberikan pelayanan terbaik dan diupayakan semaksimal mungkin, apalagi almarhum Yudha merupakan teman sejawat mereka, sekaligus pemimpin rumah sakit tersebut.
"Kami berduka tapi kami harus kuat. Kita jangan saling melemahkan. Justru kita dukung bersama-sama. Beliau pejuang penanganan COVID-19. Tanpa beliau, ruang isolasi dan laboratorium PCR, tidak ada. Kita memang ada alat PCR dari presiden, tapi alat lain yang harus dipersiapkan sangat banyak," ujar Ikhwan.
Berdasarkan pengalaman penanganan pasien COVID-19 selama ini, ada pasien yang sudah negatif COVID-19 dalam waktu kurang tujuh hari saat ditangani tim medis, ada pula yang baru negatif COVID-19 setelah 100 hari dirawat.
Ikhwan menegaskan, tidak ada hasil yang salah dari pemeriksaan dua rumah sakit. Dalam rentang waktu sembilan hari, sangat mungkin pengobatan mampu membuat negatif COVID-19, namun pasien masih menderita penyakit lain.
Baca juga: Begini upaya Lapas Sampit mengurangi residivis
"Ini perlu kita luruskan karena ini berpengaruh terhadap legitimasi sebuah rumah sakit. Makanya masyarakat perlu tahu kronologis dan faktanya supaya tidak salah paham," kata Wakil Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur yang juga Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin saat memimpin konferensi pers di Sampit, Senin.
Hadir dalam jumpa pers itu Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur dr Faisal Novendra Cahyanto, Koordinator Penanganan COVID-19 RSUD dr Murjani Sampit yaitu dr Efraim K Biring dan penanggung jawab Laboratorium PCR RSUD dr Murjani Sampit dr Ikhwan Setiabudi.
Jumpa pers ini menyikapi polemik di masyarakat terkait hasil pemeriksaan almarhum dr Febby Yudha Herlambang. Hasil pemeriksaan tes swab PCR di RSUD dr Murjani Sampit menunjukkan positif COVID-19, selanjutnya hasil pemeriksaan oleh RS Polri Kramat Jati menunjukkan almarhum negatif COVID-19.
Hasil ini kemudian menjadi polemik di tengah masyarakat, bahkan ada yang meragukan hasil pemeriksaan salah satu rumah sakit. Untuk itulah Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kotawaringin Timur perlu menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman.
"Dari penjelasan tim dokter sudah jelas. Kalau bahasa awam saya, tanggal 16 November almarhum hasilnya positif. Tanggal 23 November diterbangkan dirujuk ke rumah sakit di Jakarta. Tanggal 25 November meninggal dunia dan diambil swab, ternyata hasilnya negatif. Selama sembilan hari itu, bukan hal aneh kalau ternyata COVID-19 sudah tidak ditemukan lagi karena memang diobati," kata Jakin.
Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur, dr Faisal Novendra Cahyanto menjelaskan, pemeriksaan swab PCR pada 16 November menunjukkan hasil positif COVID-19. Sehari kemudian almarhum mulai dirawat di ruang isolasi penanganan pasien COVID-19 RSUD dr Murjani Sampit.
Atas inisiatif pihak keluarga, almarhum Yudha dirujuk ke RS Polri Kramat Jati pada 23 November menggunakan pesawat khusus. Namun pada 25 November sore kondisinya memburuk dan meninggal dunia pukul 18.00 WIB.
"Tes swab PCR di Jakarta pada 25 November dengan hasil negatif. Itu sembilan hari setelah pemeriksaan awal sebelumnya di Sampit," kata Faisal.
RSUD dr Murjani Sampit diwakili dr Efraim menyatakan, melalui penegakan diagnosa terhadap spesimen swab almarhum dr Yudha, hasilnya memang menunjukkan positif COVID-19. Untuk itulah penanganan dilakukan sesuai protokol penanganan pasien COVID-19.
Baca juga: DPRD Kotim dukung pemecatan ASN meninggalkan tugas
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan diagnosa dan evaluasi. Jika kemudian saat berada di RS Polri Kramat Jati menunjukkan hasil negatif, maka itu tidak lantas menggugurkan hasil pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan di RSUD dr Murjani Sampit.
"Pasien meninggal bisa karena infeksi sangat berat dan terjadi badai sitokin yang membuat kerusakan parah pada organ-organ tubuh sehingga menyebabkan kegagalan meski hasilnya sudah negatif," kata Efraim.
Sementara itu dr Ikhwan Setiabudi menyatakan bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan tes swab oleh Laboratorium PCR RSUD dr Murjani Sampit. Hasil pemeriksaan saat itu memang menunjukkan positif COVID-19.
Ikhwan menegaskan, tidak ada sedikitpun niat seluruh jajaran rumah sakit membeda-bedakan pelayanan terhadap pasien. Semua pasien diberikan pelayanan terbaik dan diupayakan semaksimal mungkin, apalagi almarhum Yudha merupakan teman sejawat mereka, sekaligus pemimpin rumah sakit tersebut.
"Kami berduka tapi kami harus kuat. Kita jangan saling melemahkan. Justru kita dukung bersama-sama. Beliau pejuang penanganan COVID-19. Tanpa beliau, ruang isolasi dan laboratorium PCR, tidak ada. Kita memang ada alat PCR dari presiden, tapi alat lain yang harus dipersiapkan sangat banyak," ujar Ikhwan.
Berdasarkan pengalaman penanganan pasien COVID-19 selama ini, ada pasien yang sudah negatif COVID-19 dalam waktu kurang tujuh hari saat ditangani tim medis, ada pula yang baru negatif COVID-19 setelah 100 hari dirawat.
Ikhwan menegaskan, tidak ada hasil yang salah dari pemeriksaan dua rumah sakit. Dalam rentang waktu sembilan hari, sangat mungkin pengobatan mampu membuat negatif COVID-19, namun pasien masih menderita penyakit lain.
Baca juga: Begini upaya Lapas Sampit mengurangi residivis