Legislator Kotim sayangkan penyelesaian polemik lahan pemakaman berlarut-larut
Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, Rimbun menyayangkan penyelesaian polemik kepemilikan lahan pemakaman umum lintas agama, berlarut-larut.
"Masalah lahan pemakaman di km 6 tidak beres-beres sejak 2015. Pemerintah daerah kurang tanggap dan kurang serius menyelesaikan ini," kata Rimbun di Sampit, Kamis.
Dia mendorong pemerintah daerah lebih serius dan segera menyelesaikan polemik tersebut karena lahan pemakaman itu menyangkut kepentingan masyarakat luas.
DPRD sudah berupaya keras membantu penyelesaian masalah itu, mulai turun ke lapangan bersama Badan Pertanahan Nasional, hingga memanggil perusahaan perumahan yang juga merasa berhak atas sebagian lahan tersebut.
Pemerintah kabupaten juga dilibatkan dalam rapat tersebut dengan harapan menindaklanjuti sehingga permasalahan itu segera selesai. Padahal berdasarkan rapat dengar pendapat pada 7 Februari 2020 lalu, pemerintah kabupaten diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah itu, sayangnya hingga tahun ini polemik lahan pemakaman itu belum juga tuntas.
"Perlu keseriusan agar masalah ini tidak berlarut-larut. Jangan dibiarkan, nanti semakin rumit. Jangan sampai ganti bupati, ini dibahas dari nol lagi, akhirnya semakin ribet lagi," tandas Rimbun.
Baca juga: DPRD Kotim ingatkan perusahaan jangan antipati dengan pengawasan
Saat pengecekan di lapangan tahun lalu, Rimbun menjelaskan bahwa lahan pemakaman di Jalan Jenderal Sudirman km 6 disiapkan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur pada 1987 dengan luas 1.500 m x 1.000 meter untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Lahan itu disiapkan pemerintah daerah sebagai kompensasi atas kesediaan warga untuk pemindahan makam warga Tionghoa di tempat pemakaman Jalan MT Haryono yang kini berdiri Terminal Patih Rumbih dan Mal Pelayanan Terpadu.
Masalah muncul pada 2015 karena adanya klaim oleh warga terhadap sebagian lahan kuburan tersebut. Bahkan warga menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat sehingga ini menjadi masalah besar bagi pemerintah yang mencadangkan lahan tersebut untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Fakta di lapangan, banyak berdiri bangunan bahkan perumahan warga di lokasi yang diklaim dulunya telah dicadangkan untuk pemakaman umat masing-masing agama.
Dari 1.500 meter panjang tanah, kata Rimbun, yang tersisa untuk lahan pemakaman saat ini hanya sekitar 350 meter. Kondisi ini sangat jauh dari ukuran seharusnya seperti yang sebelumnya ditetapkan pemerintah daerah.
Rimbun menegaskan, DPRD tidak ingin mencari siapa yang salah dalam masalah ini. DPRD hanya mendorong pemerintah kabupaten untuk secepatnya menyelesaikan ini agar tidak berlarut-larut.
Hak umat lintas agama harus dipenuhi untuk mengembalikan fungsi lahan berukuran 1x1,5 km itu menjadi tempat pemakaman. Namun pemerintah daerah juga harus memenuhi hak masyarakat yang kini menempati lahan tersebut.
"Pemerintah daerah harus segera menyelesaikan ini. Kalau memang nantinya harus diganti rugi atau ada kebijakan lain, maka harus segera diputuskan dan kemudian dibahas dengan DPRD jika itu menyangkut anggaran, seperti untuk ganti rugi lahan dan lainnya," kata Rimbun.
Baca juga: Sekda ingatkan kebijakan yang tidak boleh dilakukan Plh Bupati Kotim
"Masalah lahan pemakaman di km 6 tidak beres-beres sejak 2015. Pemerintah daerah kurang tanggap dan kurang serius menyelesaikan ini," kata Rimbun di Sampit, Kamis.
Dia mendorong pemerintah daerah lebih serius dan segera menyelesaikan polemik tersebut karena lahan pemakaman itu menyangkut kepentingan masyarakat luas.
DPRD sudah berupaya keras membantu penyelesaian masalah itu, mulai turun ke lapangan bersama Badan Pertanahan Nasional, hingga memanggil perusahaan perumahan yang juga merasa berhak atas sebagian lahan tersebut.
Pemerintah kabupaten juga dilibatkan dalam rapat tersebut dengan harapan menindaklanjuti sehingga permasalahan itu segera selesai. Padahal berdasarkan rapat dengar pendapat pada 7 Februari 2020 lalu, pemerintah kabupaten diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah itu, sayangnya hingga tahun ini polemik lahan pemakaman itu belum juga tuntas.
"Perlu keseriusan agar masalah ini tidak berlarut-larut. Jangan dibiarkan, nanti semakin rumit. Jangan sampai ganti bupati, ini dibahas dari nol lagi, akhirnya semakin ribet lagi," tandas Rimbun.
Baca juga: DPRD Kotim ingatkan perusahaan jangan antipati dengan pengawasan
Saat pengecekan di lapangan tahun lalu, Rimbun menjelaskan bahwa lahan pemakaman di Jalan Jenderal Sudirman km 6 disiapkan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur pada 1987 dengan luas 1.500 m x 1.000 meter untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Lahan itu disiapkan pemerintah daerah sebagai kompensasi atas kesediaan warga untuk pemindahan makam warga Tionghoa di tempat pemakaman Jalan MT Haryono yang kini berdiri Terminal Patih Rumbih dan Mal Pelayanan Terpadu.
Masalah muncul pada 2015 karena adanya klaim oleh warga terhadap sebagian lahan kuburan tersebut. Bahkan warga menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat sehingga ini menjadi masalah besar bagi pemerintah yang mencadangkan lahan tersebut untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Fakta di lapangan, banyak berdiri bangunan bahkan perumahan warga di lokasi yang diklaim dulunya telah dicadangkan untuk pemakaman umat masing-masing agama.
Dari 1.500 meter panjang tanah, kata Rimbun, yang tersisa untuk lahan pemakaman saat ini hanya sekitar 350 meter. Kondisi ini sangat jauh dari ukuran seharusnya seperti yang sebelumnya ditetapkan pemerintah daerah.
Rimbun menegaskan, DPRD tidak ingin mencari siapa yang salah dalam masalah ini. DPRD hanya mendorong pemerintah kabupaten untuk secepatnya menyelesaikan ini agar tidak berlarut-larut.
Hak umat lintas agama harus dipenuhi untuk mengembalikan fungsi lahan berukuran 1x1,5 km itu menjadi tempat pemakaman. Namun pemerintah daerah juga harus memenuhi hak masyarakat yang kini menempati lahan tersebut.
"Pemerintah daerah harus segera menyelesaikan ini. Kalau memang nantinya harus diganti rugi atau ada kebijakan lain, maka harus segera diputuskan dan kemudian dibahas dengan DPRD jika itu menyangkut anggaran, seperti untuk ganti rugi lahan dan lainnya," kata Rimbun.
Baca juga: Sekda ingatkan kebijakan yang tidak boleh dilakukan Plh Bupati Kotim