ATR/BPN Pulang Pisau sebut Badan Bank Tanah masih wacana

id ATR/BPN Pulang Pisau sebut Badan Bank Tanah masih wacana, Kalteng, pulang pisau

ATR/BPN Pulang Pisau sebut Badan Bank Tanah masih wacana

Kepala ATR/BPN Kabupaten Pulang Pisau Iwan Susianto. ANTARA/Adi Waskito

Pulang Pisau (ANTARA) - Kepala Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah, Iwan Susianto mengatakan bahwa keberadaan Badan Bank Tanah masih berupa wacana. 

“Ada memang aturan di dalam undang-undang cipta kerja, ada disebutkan Badan Bank Tanah yang wacananya nanti untuk mengelola tanah-tanah yang ada sedikit masalah,” kata Iwan di Pulang Pisau, Jumat.

Salah satu contoh, terang Iwan, di Desa Belanti Kecamatan Pandih Batu ada istilah yang sering disebut masyarakat setempat sebagai Tanah PU. Tanah ini seharusnya dikuasai pemerintah untuk kepentingan umum, tetapi di dalamnya berdiri bangunan secara permanen dan dikuasai oleh masyarakat. 

Tanah dengan kondisi seperti ini nantinya bisa diambil alih kembali oleh pemerintah melalui Badan Bank Tanah. Namun, sampai saat ini aturan pelaksanaan Badan Bank Tanah ini masih belum ada, tetapi wacananya sudah ada. 

Dikatakan Iwan, salah satu yang menjadi fokus perhatian dan target ATR/BPN Kabupaten Pulang Pisau saat ini adalah bagaimana agar di kawasan lokasi Food Estate bisa tertib dalam administrasi pertanahan. 

“Seperti Desa Blanti Siam pada tahun 1980/1981 adalah masa penempatan transmigrasi dengan diterbitkannya sertifikat antara Tahun 1982/1983. Untuk administrasi pertanahan masih terdapat berbagai persolaan,” terang Iwan. 

Persoalan tersebut diantaranya ada transaksi di bawah tangan yang belum selesai dalam proses jual beli. Ada warga transmigran yang meninggalkan tempat dan tidak diketahui keberadaannya tetapi membawa sertifikat. 

Selain itu ada tanah yang berpindah atau dikuasai oleh orang lain lagi sehingga proses penjualan di bawah tangan sulit dilacak. Ada juga sertifikat yang hilang atau terbakar. 

Menurut Iwan, upaya tertib administrasi pertanahan di kawasan Foot Estate ini bertujuan agar sertifikat lama yang dimiliki masyarakat ditingkatkan kualitas datanya dari versi kertas atau analog menjadi versi digital dalam pusat data pertanahan. 

“ATR/BPN setempat kesulitan karena data tidak ada pada masyarakat yang memegang dan menguasai tanah di lapangan. Bahkan saat ditanyakan petugas, ada yang tidak mengetahui siapa pemilik asal tanah tersebut,” papar Iwan. 

Seluruh tanah milik masyarakat di kawasan Food Estate, papar Iwan, menjadi sasaran untuk masuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). 

Selain tanah milik masyarakat, ATR/BPN setempat juga berusaha membantu agar aset milik desa bisa ikut serta program PTSL ini, tentunya untuk menghindari apabila terjadi permasalahan terhadap aset milik desa di kemudian hari. 

Baca juga: Desa Gandang berhasil kembangkan ternak kambing melalui usaha kelompok