Bengkulu (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan banyak kepala daerah yang terjerat tindak pidana korupsi, salah satunya karena gaji yang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawab.
Menurut Alexander Marwata dalam konferensi pers bersama sejumlah awak media, usai menyaksikan penandatanganan pernyataan komitmen implementasi sistem penanganan pengaduan tindak pidana korupsi terintegrasi oleh seluruh kepala daerah, di Bengkulu, Rabu, kalau gajinya kecil itu godaannya gede.
"Kita harus jujur mengakui tidak mungkin kita berharap seseorang bekerja profesional ketika penghargaan terhadap profesionalitasnya itu tidak diberikan," kata Alex pula.
Alex menyebut selama ini dirinya sudah banyak menerima keluhan dari kepala daerah soal gaji yang terlalu kecil, saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Indonesia.
Baca juga: Pungli ada karena gaji ASN rendah
Bahkan, kata dia, ada kepala daerah di Indonesia yang hanya memiliki gaji pokok sekitar Rp1,3 juta ditambah tunjangan Rp15 juta per bulannya.
Menurutnya, keluhan itu cukup masuk akal, mengingat tugas dan tanggung jawab kepala daerah sangat besar terutama dalam mengangkat harkat dan martabat masyarakat yang dipimpin.
Apalagi, rata-rata kepala daerah di Indonesia mengelola anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di angka sekitar Rp1 triliun.
Upaya untuk menyikapi hal tersebut, KPK mendorong kepala daerah untuk mengoptimalkan pendapatan daerah dari pajak serta sektor lainnya dan tidak bergantung pada APBN.
Baca juga: Pekerja gaji dibawah Rp4 juta dominasi penerima subsidi rumah
"Kami sudah sampaikan itu ke Kemenpan RB. Sama Bapak Presiden dan Kementerian Keuangan juga pernah kami singgung, tetapi kembali lagi semua itu nanti berdasarkan kemampuan keuangan negara," ujarnya pula.
Kendati demikian, Alex menyebut sebesar apa pun gaji, ketika kepala daerah tersebut tidak memiliki integritas. maka tetap tidak akan cukup dan tetap berpotensi untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Terlebih, kata Alex, diperlukan biaya yang besar agar seseorang bisa terpilih sebagai kepala daerah dalam pilkada.
"Kalau biaya politik itu kecil, setidak-tidaknya ketika seseorang terpilih sebagai kepala daerah dia tidak mikir bayar utang, sehingga betul-betul tenaga dan pikirannya bisa memikirkan bagaimana rakyat bisa sejahtera," demikian Alexander Marwata.
Baca juga: Perusahaan di Kotim diminta tetap membayar gaji pekerja sesuai UMK
Baca juga: Ribuan tenaga honorer di daerah ini belum terima gaji
Baca juga: Subsidi gaji kepada 11,9 juta pekerja sudah disalurkan Kemenaker