"Kami akan mengundang tokoh masyarakat, partai politik, Majelis Ulama Indonesia, warga dan zuriat ulama tersebut yang kabarnya ada di Martapura. Kami akan paparkan data, fakta dan konsep penanganannya. Mana yang disetujui, supaya pemerintah tidak disalahkan. Supaya jangan jadi polemik," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kotawaringin Timur, H Machmoer di Sampit, Jumat.
Pantai Ujung Pandaran yang berjarak sekitar 85 kilometer dari pusat kota Sampit merupakan objek wisata alam andalan Kotawaringin Timur karena pemandangannya yang indah. Di pantai itu juga terdapat objek wisata religi berupa kubah atau makam seorang ulama bernama Syekh Abu Hamid bin Syekh Haji Muhammad As`ad Al Banjary.
Syekh Abu Hamid merupakan buyut dari ulama terkenal di Kalimantan Selatan yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary atau lebih dikenal dengan sebutan Datu Kelampayan, yang terkenal dengan kitab karangannya berjudul Sabilal Muhtadin yang hingga kini banyak digunakan di sejumlah negara.
Kubah itu menjadi objek wisata religi dan banyak didatangi peziarah dari luar daerah. Namun kini keberadaannya terancam akibat abrasi yang terus menggerus pantai tersebut.
Jalan menuju kubah sudah terputus oleh abrasi sehingga peziarah harus menggunakan perahu motor. Bahkan mushalla yang berjarak beberapa meter dari kubah tersebut, kini sudah ambruk akibat pondasinya ambles digerus abrasi yang dipicu kuatnya gelombang dari Laut Jawa menghantam pantai tersebut.
Machmoer menjelaskan, dirinya bersama tim sudah turun ke lokasi. Ada beberapa opsi yang nantinya dipaparkan terkait upaya pengamanan objek wisata religi itu dari kehancuran akibat abrasi.
Pelibatan tokoh agama dan pihak lainnya mengingat keberadaan kubah tersebut menjadi perhatian banyak pihak. Pemerintah daerah tidak ingin disalahkan dalam penanganannya nanti.
Baca juga: Estafet capaian opini WTP Pemkab Kotim berlanjut
Diakui, penanganannya memerlukan biaya yang cukup besar. Padahal jika ingin dilakukan secepatnya dengan mendahului anggaran, maka diperlukan prosedur seperti penetapan tanggap darurat.
Pertimbangan lain, jika itu nantinya ditangani, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang juga tidak berani menjamin kondisinya akan bertahan berapa lama karena ini terkait kondisi alam yakni kuatnya gelombang di pantai itu.
Untuk itulah akan dipaparkan beberapa opsi penanganan, termasuk kemungkinan adanya aspirasi misalnya dilakukan relokasi dengan mengenyampingkan apakah nantinya ketika kubah itu dibongkar masih terdapat jenazahnya atau tidak.
"Rencananya Selasa akan digelar rapat. Kita bahas semua supaya bisa diambil langkah terbaik. Tapi yang jelas, kami tidak bisa menjamin penanganan itu mampu bertahan berapa lama. Sabuk pantai yang dibangun dengan dana Rp5 miliar oleh pemerintah pusat saja sekarang sudah hancur. Ini terkait kondisi alam, makanya tidak bisa kita pastikan akan tahan berapa lama," demikian Machmoer.
Baca juga: Revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok dukung peningkatan ekonomi Kotim
Baca juga: Dua kebakaran dalam satu hari di Sampit