Teras: Gotong royong mampu tekan ketimpangan akses pendidikan
Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menyatakan bahwa berdasarkan data statistik pendidikan tahun 2020 yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik, dari 100 penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia, hanya 29 orang telah menamatkan Sekolah Menengah/sederajat dan sembilan lulus Perguruan Tinggi.
Pola pendidikan tertinggi yang ditamatkan antara di perkotaan dan pedesaan pun terjadi perbedaan relatif signifikan berdasarkan data statistik pendidikan tahun 2020, kata Teras saat menjadi pembicara di webinar 'Persembahanku Bagi Negeri' yang dilaksanakan Yayasan Kasih Bagi Negeri (YKBN) di Jakarta, Sabtu.
"Di perkotaan, penduduk usia 15 tahun ke atas didominasi tamatan Sekolah Menengah/sederajat (35,44 persen). Sedangkan, penduduk di perdesaan didominasi tamatan SD/sederajat (30,97 persen)," tambahnya.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 ini, hal itu ini terjadi karena adanya ketimpangan akses pendidikan, baik akibat keterbatasan perguruan tinggi di daerah, khususnya pedesaan, maupun faktor ekonomi atau kemampuan dalam mengakses pendidikan tinggi.
Teras mengatakan, ketimpangan akses ini yang perlu menjadi perhatian. Terlebih era disrupsi sekarang ini, memaksa harus melakukan shifting atau pergeseran segera. Era industri 4.0 pun sudah terasa di depan mata dan akan terus berkembang. Termasuk bonus Demografi menuntut negara Indonesia bergerak cepat untuk mendorong peningkatan kualitas SDM lewat pendidikan.
"Ini tantangan tersendiri untuk memberikan akses pendidikan tinggi bagi generasi muda di Indonesia. Saya meyakini, melalui gotong royong seluruh elemen bangsa, ketimpangan akses pendidikan dapat ditekan, pendidikan di Indonesia pun akan lebih maju," ucapnya.
Baca juga: Teras kembali sarankan pada MPR komitmen Pancasila masuk sumpah Presiden-Wakil Presiden
Senator asal Kalteng itu menyebut, Soekarno selaku proklamator NKRI saat berpidato pada 1 Juni 1945 menyampaikan 'Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!'.
Dia mengatakan sebagai wakil daerah di DPD RI saat ini dan pernah memimpin Kalimantan Tengah periode 2005-2015, sangat memahami bahwa urusan pendidikan ini tidak mudah. Harus bergotong royong. Tidak bisa tidak.
Bahkan dalam konteks pemerintahan daerah pun, semangat gotong royong ini dahulu telah dibangun lewat Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu. Di mana program utamanya memajukan daerah Kalteng dengan semangat kolaborasi dengan pemerintah daerah, mendorong desa-desa tertinggal agar bisa lepas dari ketertinggalannya, serta lainnya.
"Demikian pun dalam konteks pembangunan Indonesia secara luas, semua pihak mesti mengambil peran dalam gotong royong nasional. Dan saya bersyukur YKBN mengambil peran yang meski terlihat kecil, tapi sangat fundamental. Sangat esensial," demikian Teras.
Baca juga: Teras ajak seluruh guru berkolaborasi memajukan pendidikan di Kalteng
Baca juga: Teras: Dasar amandemen UUD 45 harus kepentingan rakyat dan kebangsaan
Pola pendidikan tertinggi yang ditamatkan antara di perkotaan dan pedesaan pun terjadi perbedaan relatif signifikan berdasarkan data statistik pendidikan tahun 2020, kata Teras saat menjadi pembicara di webinar 'Persembahanku Bagi Negeri' yang dilaksanakan Yayasan Kasih Bagi Negeri (YKBN) di Jakarta, Sabtu.
"Di perkotaan, penduduk usia 15 tahun ke atas didominasi tamatan Sekolah Menengah/sederajat (35,44 persen). Sedangkan, penduduk di perdesaan didominasi tamatan SD/sederajat (30,97 persen)," tambahnya.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 ini, hal itu ini terjadi karena adanya ketimpangan akses pendidikan, baik akibat keterbatasan perguruan tinggi di daerah, khususnya pedesaan, maupun faktor ekonomi atau kemampuan dalam mengakses pendidikan tinggi.
Teras mengatakan, ketimpangan akses ini yang perlu menjadi perhatian. Terlebih era disrupsi sekarang ini, memaksa harus melakukan shifting atau pergeseran segera. Era industri 4.0 pun sudah terasa di depan mata dan akan terus berkembang. Termasuk bonus Demografi menuntut negara Indonesia bergerak cepat untuk mendorong peningkatan kualitas SDM lewat pendidikan.
"Ini tantangan tersendiri untuk memberikan akses pendidikan tinggi bagi generasi muda di Indonesia. Saya meyakini, melalui gotong royong seluruh elemen bangsa, ketimpangan akses pendidikan dapat ditekan, pendidikan di Indonesia pun akan lebih maju," ucapnya.
Baca juga: Teras kembali sarankan pada MPR komitmen Pancasila masuk sumpah Presiden-Wakil Presiden
Senator asal Kalteng itu menyebut, Soekarno selaku proklamator NKRI saat berpidato pada 1 Juni 1945 menyampaikan 'Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!'.
Dia mengatakan sebagai wakil daerah di DPD RI saat ini dan pernah memimpin Kalimantan Tengah periode 2005-2015, sangat memahami bahwa urusan pendidikan ini tidak mudah. Harus bergotong royong. Tidak bisa tidak.
Bahkan dalam konteks pemerintahan daerah pun, semangat gotong royong ini dahulu telah dibangun lewat Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu. Di mana program utamanya memajukan daerah Kalteng dengan semangat kolaborasi dengan pemerintah daerah, mendorong desa-desa tertinggal agar bisa lepas dari ketertinggalannya, serta lainnya.
"Demikian pun dalam konteks pembangunan Indonesia secara luas, semua pihak mesti mengambil peran dalam gotong royong nasional. Dan saya bersyukur YKBN mengambil peran yang meski terlihat kecil, tapi sangat fundamental. Sangat esensial," demikian Teras.
Baca juga: Teras ajak seluruh guru berkolaborasi memajukan pendidikan di Kalteng
Baca juga: Teras: Dasar amandemen UUD 45 harus kepentingan rakyat dan kebangsaan