Sampit (ANTARA) - Polisi menetapkan seorang pria berinisial DB sebagai tersangka insiden tewasnya enam penambang akibat tertimbun longsor di Desa Tumbang Torung Kecamatan Bukit Santuai Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah pada Kamis (28/10) lalu.
"Tersangka DB ini sebagai pemilik, pemodal, penanggung jawab serta yang menyuruh kegiatan pertambangan itu. Selain tidak berizin, dia juga tidak membekali pekerjanya dengan standar keselamatan kerja," kata Kapolres AKBP Abdoel Harris Jakin di Sampit, Senin.
Tersangka sudah ditahan di Markas Polres Kotawaringin Timur. Barang bukti dalam kejadian itu juga sudah dibawa ke Sampit untuk kepentingan penyidikan.
Awalnya DB mempekerjakan 11 penambang untuk menambang emas di lahan miliknya yang diperkirakan memiliki potensi emas. Dia memberikan upah kepada masing-masing pekerja berkisar Rp1 juta hingga Rp2 juta.
Sebelas orang penambang itu adalah Dibau, Hendrik, Lotek, Epra alias Ipon, Wawa alias Edut, Muhammad Azimi, Ahmadi, Titin, Yogi, Andre dan Ipey. Mereka bukan warga setempat, tetapi berasal dari sejumlah kecamatan di Kotawaringin Timur, bahkan ada yang dari Kabupaten Murung Raya.
Saat kejadian, tersangka DB yang merupakan perangkat desa tidak berada di lokasi penambangan, tetapi di Desa Sungai Ubar Kecamatan Cempaga Hulu. Hanya para penambang suruhannya yang saat itu sedang bekerja secara tradisional menggunakan mesin pompa air kemudian menyaring tanah untuk mencari butiran atau serbuk emas.
Ada enam pekerja yang berada di bawah lubang penambangan dengan kedalaman kurang lebih 10 meter yakni Dibau, Lotek, Epra, Wawa alias Edut, Azimi dan Ahmadi. Akibat hujan deras, tanah menjadi labil hingga terjadi longsor dan menimbun keenam korban hingga meninggal dunia.
"Sebenarnya ada tujuh orang yang tertimbun longsor, tetapi satu orang berhasil diselamatkan, sedangkan enam orang lainnya ditemukan sudah meninggal dunia," timpal Jakin.
Dibutuhkan empat jam untuk mengevakuasi para korban di lokasi kejadian. Lokasi kejadian sangat sulit dijangkau karena jauh dari pusat kecamatan dan permukiman. Lokasi hanya bisa dijangkau melalui jalur sungai menggunakan perahu ces kecil.
Jakin menduga aktivitas penambangan ini merupakan perpindahan dari Kecamatan Cempaga Hulu karena polanya ada kemiripan. Sebelumnya Polres sudah menertibkan penambangan liar di Cempaga Hulu dan kasusnya diproses hukum.
Baca juga: Komisi III imbau sekolah di Kotim tetap disiplin terapkan protokol kesehatan
Jakin menegaskan, tersangka dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Pasal 359 KUHPidana. Tersangka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 miliar.
"Ini permasalahan yang akan kami tangani lebih serius. Selama ini kami juga serius, hanya saja lokasi ini memang jauh dan hanya bisa diakses menggunakan perahu ces," tegas Jakin.
Sementara itu tersangka DB mengaku tidak menyangka terjadi insiden yang merenggut enam nyawa itu.
"Saya tidak terpikir risiko longsor karena tidak tahu pernah ada kejadian seperti itu. Saya menyesal," katanya.
Selama ini aktivitas pertambangan mereka lakukan secara manual dengan mengecek lokasi, menggali dan mendulang. Hasil yang didapat tidak menentu, bahkan pernah tidak mendapatkan hasil. Hasil terbanyak pernah lebih dari 10 gram emas sehingga mendapat keuntungan sampai Rp7 juta.
Baca juga: Legislator Kotim ingatkan pengelolaan alat berat kecamatan harus jelas