Tersangka kasus korupsi Bupati HSU, KPK panggil dua saksi

id korupsi Bupati HSU,Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid

Tersangka kasus korupsi Bupati HSU, KPK panggil dua saksi

Tersangka Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan (Kalsel) nonaktif Abdul Wahid (kanan) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (29/11/2021). Abdul Wahid diperiksa terkait kasus suap jabatan serta komitmen fee atas sejumlah proyek melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP HSU sejak 2019 hingga 2021 senilai Rp18,4 Milyar. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2021-2022 untuk tersangka Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid (AW).

Dua saksi, yaitu Bobby Koesmanjaya selaku pendiri dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) dan Ferry Riandy Wijaya dari pihak swasta.

"Hari ini, bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik mengagendakan pemeriksaan saksi untuk tersangka AW," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Saat geledah rumah Sekda HSU, KPK amankan uang dan dokumen

KPK telah menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

KPK menduga pemberian komitmen bagian yang diduga diterima Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.

Baca juga: KPK dalami penerimaan uang dari para ASN terkait kasus suap Bupati HSU

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen bagian dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.

Selain itu, selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya.

Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.

Baca juga: KPK dalami persetujuan tersangka Bupati HSU tentukan para kontraktor

Baca juga: Tanah dan bangunan milik Bupati HSU disita KPK

Baca juga: KPK mengonfirmasi Bupati HSU kasus pengaturan lelang proyek