DPD RI sepakat pemindahan IKN mampu kurangi kesenjangan di Indonesia
Palangka Raya (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sepakat, pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, akan mampu mendorong percepatan pengurangan kesenjangan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di luar Pulau Jawa, terutama di kawasan timur Indonesia.
Kesepakatan itu disampaikan DPD RI melalui pandangan umum akhir yang dibacakan Agustin Teras Narang dalam Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) di Jakarta, Selasa dini hari.
"DPD RI juga sepakat IKN yang baru, harus menjadi simbol identitas nasional, nyaman, berkelanjutan, selaras dengan alam, dan sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa yang akan datang," ucapnya.
Meski begitu, DPD RI sangat menyayangkan dengan ketergesa-gesaan pembahasan RUU tentang IKN. Sebab, RUU yang seharusnya sangat monumental dan bersejarah itu, masih terdapat beberapa materi dan substansi yang belum dibahas secara tuntas dan mendalam.
"Dalam RUU IKN itu, belum dijelaskan seperti apa bentuk pemerintahan, pendanaan, pertanahan dan juga rencana induk yang menjadi bagian lampiran yang tidak terpisahkan dari RUU tersebut," kata Anggota DPD RI itu.
Teras Narang yang juga anggota Pansus RUU IKN itu mengatakan, DPD menghargai usul inisiatif Pemerintah yang mengambil frasa Nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara. Namun, DPD menilai belum ada penjelasan yang lebih komprehensif terkait landasan sosiologis, filosofis dan historis yang menjadi dasar pemilihan frasa Nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara.
Baca juga: Pilih Nusantara jadi nama IKN, DPD RI minta pemerintah beri penjelasan
DPD sepakat bentuk Pemerintahan Daerah Khusus, namun terkait dengan Istilah dan pengaturan Otorita, DPD belum dapat memahami dan mengingatkan bahwa Otorita bukan bagian dari jenis pemerintahan di UUD 1945. Di mana Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 mengatur kepala pemerintah daerah terdiri atas Gubernur untuk pemerintah provinsi, Bupati/Walikota untuk pemerintah kabupaten/kota.
Untuk itu, DPD menilai bahwa penggunaan istilah otorita beserta pengaturannya, tidak tepat diterapkan dalam bentuk pemerintahan daerah khusus ibu kota negara.
"DPD mengingatkan terkait rencana induk yang menjadi Lampiran yang tidak terpisahkan dari UU IKN belum dibahas secara komprehensif dalam forum tripartit," kata Teras Narang.
Baca juga: Jokowi: IKN baru tidak sekadar berisi kantor pemerintahan
Baca juga: Teras Narang: IKN momen lindungi hutan dan masyarakat Kalimantan
Baca juga: Bappenas-Pansus RUU IKN tinjau lokasi pembangunan IKN melalui udara
Kesepakatan itu disampaikan DPD RI melalui pandangan umum akhir yang dibacakan Agustin Teras Narang dalam Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) di Jakarta, Selasa dini hari.
"DPD RI juga sepakat IKN yang baru, harus menjadi simbol identitas nasional, nyaman, berkelanjutan, selaras dengan alam, dan sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa yang akan datang," ucapnya.
Meski begitu, DPD RI sangat menyayangkan dengan ketergesa-gesaan pembahasan RUU tentang IKN. Sebab, RUU yang seharusnya sangat monumental dan bersejarah itu, masih terdapat beberapa materi dan substansi yang belum dibahas secara tuntas dan mendalam.
"Dalam RUU IKN itu, belum dijelaskan seperti apa bentuk pemerintahan, pendanaan, pertanahan dan juga rencana induk yang menjadi bagian lampiran yang tidak terpisahkan dari RUU tersebut," kata Anggota DPD RI itu.
Teras Narang yang juga anggota Pansus RUU IKN itu mengatakan, DPD menghargai usul inisiatif Pemerintah yang mengambil frasa Nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara. Namun, DPD menilai belum ada penjelasan yang lebih komprehensif terkait landasan sosiologis, filosofis dan historis yang menjadi dasar pemilihan frasa Nusantara sebagai nama Ibu Kota Negara.
Baca juga: Pilih Nusantara jadi nama IKN, DPD RI minta pemerintah beri penjelasan
DPD sepakat bentuk Pemerintahan Daerah Khusus, namun terkait dengan Istilah dan pengaturan Otorita, DPD belum dapat memahami dan mengingatkan bahwa Otorita bukan bagian dari jenis pemerintahan di UUD 1945. Di mana Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 mengatur kepala pemerintah daerah terdiri atas Gubernur untuk pemerintah provinsi, Bupati/Walikota untuk pemerintah kabupaten/kota.
Untuk itu, DPD menilai bahwa penggunaan istilah otorita beserta pengaturannya, tidak tepat diterapkan dalam bentuk pemerintahan daerah khusus ibu kota negara.
"DPD mengingatkan terkait rencana induk yang menjadi Lampiran yang tidak terpisahkan dari UU IKN belum dibahas secara komprehensif dalam forum tripartit," kata Teras Narang.
Baca juga: Jokowi: IKN baru tidak sekadar berisi kantor pemerintahan
Baca juga: Teras Narang: IKN momen lindungi hutan dan masyarakat Kalimantan
Baca juga: Bappenas-Pansus RUU IKN tinjau lokasi pembangunan IKN melalui udara