Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia yakin pariwisata bisa mulai pulih tahun ini , tepatnya pada kuartal kedua, meski kasus varian COVID-19 baru omicron sedang meningkat di Tanah Air.
"Walau kita sekarang sedang meningkat kasus omicron, tapi ada perbedaannya dengan tahun lalu dari sisi regulasi," kata Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani dalam webinar, Rabu.
Tahun lalu, berbagai kegiatan usaha harus ditutup saat pengetatan diterapkan, meliputi aktivitas di perkantoran hingga pusat perbelanjaan. Tahun ini, kegiatan bisa tetap berjalan seperti biasa meski tetap dibatasi. Hariyadi mengatakan, Indonesia bisa melihat dan belajar dari negara-negara lain yang sudah berangsur pulih di tengah munculnya varian omicron.
"Melihat dari negara-negara lain seperti Inggris, Denmark lalu Turki, menunjukkan mereka jauh sudah siap menghadapi, melewati badai omicron, termasuk Afrika Selatan," kata dia.
Bila Indonesia bisa belajar dari apa yang sudah dilakukan negara-negara tersebut, dia optimistis kondisi pariwisata di Tanah Air bisa lebih baik pada kuartal kedua tahun ini.
"Pemulihan pariwisata khususnya, kita merasa optimistis mulai akan berjalan di kuartal kedua," ujar dia.
Sebab, puncak gelombang omicron di Indonesia diperkirakan terjadi pada akhir Februari 2022. Diharapkan kasus menurun pada bulan-bulan setelahnya.
"Kita berharap April masuk level 1 (PPKM) lagi," katanya.
Kebijakan PPKM level tiga dan munculnya varian omicron turut mempengaruhi okupansi di hotel-hotel, lanjut dia. Pada kuartal pertama 2022, kemungkinan besar di level nasional antara 25-30 persen. Pada kuartal kedua, dia berharap angka itu naik menjadi 40-45 persen.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengemukakan bahwa kenaikan kasus COVID-19 akibat infeksi virus corona tipe SARS-CoV-2 varian Omicron bisa lebih tinggi dibandingkan peningkatan kasus infeksi yang terjadi akibat penularan virus varian Delta.
Budi menyebut kenaikan kasus infeksi Omicron di Provinsi DKI Jakarta dan Bali saat ini telah melampaui kenaikan kasus COVID-19 akibat infeksi virus corona varian Delta pada Juli 2021.
Namun, jumlah pasien yang harus menjalani perawatan di fasilitas kesehatan dan meninggal dunia akibat infeksi Omicron jauh lebih sedikit jika dibandingkan pada masa penularan virus corona varian Delta.