Orang dengan masalah psikologis berpotensi lakukan kekerasan dalam pacaran

id masalah psikologis,kekerasan ,kekerasan dalam pacaran,kdrt,Orang dengan masalah psikologis berpotensi lakukan kekerasan dalam pacaran,psikis

Orang dengan masalah psikologis berpotensi lakukan kekerasan dalam pacaran

Ilustrasi - Kekerasan terhadap perempuan. (ANTARA/HO)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI)  Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Wiwin Hendriani mengatakan pelaku yang memiliki masalah psikologis, baik berupa kejadian traumatik atau permasalahan keluarga di masa lalu dapat berpotensi melakukan kekerasan dalam berpacaran.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya pelaku memiliki persoalan psikologis yang terkait dengan pengalaman masa lalunya. Baik itu kejadian traumatik tertentu atau hal-hal lain yang terkait dengan kondisi keluarga dan pengasuhannya dulu," kata Wiwin melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Mengenal 'Gaslighting', kekerasan psikis dalam hubungan tak sehat

Dia meminta para orang tua untuk mulai memberikan edukasi yang tepat terkait hubungan percintaan dengan lawan jenis kepada anak di usia remaja agar perilaku menyimpang seperti kekerasan dalam pacaran dapat dicegah.

Wiwin menambahkan bahwa pola pengasuhan orang tua memiliki peranan penting untuk membentuk perilaku anak.

Sementara Faith and Development Manager Wahana Visi Indonesia Anil Dawan menyebutkan bahwa usia remaja merupakan tahap penting dalam perkembangan emosional anak, sehingga harus diarahkan ke hal-hal yang positif.

Anil meminta orang tua untuk menjadi teman bagi anak yang mampu mendengar dan memberikan saran kepada anak ketika mereka sedang menghadapi masalah atau membutuhkan nasihat.

Baca juga: Rapper Tyga ditangkap polisi setelah lakukan kekerasan pada mantan kekasih

"Jika merasa kesulitan untuk memulai pembahasan tersebut, menonton film bertema keluarga atau bertema romantis bersama anak dapat menjadi pintu masuk untuk memulai diskusi. Jelaskan bahwa jatuh cinta ke lawan jenis itu wajar dan normal, bahkan merupakan anugerah dari Sang Pencipta. Intinya adalah terus membangun komunikasi dan keterbukaan dengan anak," kata Anil.

Pihaknya juga meminta orang tua untuk tidak menghakimi atau justru menertawakan anak yang dapat berakibat buruk terhadap hubungan komunikasi orang tua dan anak.

Baca juga: Apa yang bisa dilakukan untuk dukung penyintas kekerasan seksual?

Baca juga: Pelaku percobaan penculikan anak hingga kekerasan ditangkap Tim Resmob

Baca juga: KSP dukung revisi Qanun soal Penanganan Kekerasan Perempuan-Anak di Aceh