Teras Narang: Daerah jadi korban perbedaan kebijakan Kemen LHK dan ATR
Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang mengaku sangat sering menerima keluhan dan aspirasi dari masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah, terkait sulitnya mengurus dan mendapatkan sertifikat hak milik atas lahan yang telah ditinggali dan dikelola secara turun temurun, bahkan sejak zaman pra kemerdekaan.
Kesulitan tersebut akibat adanya perbedaan pandangan maupun kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), kata Teras Narang saat melakukan pertemuan secara virtual dengan perangkat Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Rabu.
"Perbedaan dua kementerian itu justru mengorbankan daerah, termasuk di Kalteng. Jadi, saya bisa memahami apa yang dirasakan oleh aparat Kecamatan Timpah dalam menghadapi masyarakat ketika mengurus sertifikat hak milik atas tanah," tambah dia.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu, isu penataan ruang, pertanahan, dan wilayah negara menjadi satu persoalan yang memiliki dimensi kerumitan tinggi. Terlebih bila melihat bagaimana masyarakat lokal kehilangan hak untuk mendapatkan kesejahteraan, akibat tidak ada kepastian atas kepemilikan lahan.
Teras mengatakan, kesulitan dan keruwetan masyarakat dalam mendapatkan kepastian hukum atas lahan yang telah ditempati berpuluh-puluh tahun pun, akan semakin bertambah apabila disekitarnya telah ada perusahaan perkebunan, pertambangan ataupun lainnya.
"Saya pernah memimpin Kalteng selama 10 tahun, jadi paham betul bahwa secara administratif, banyak desa dan masyarakat tinggal dalam kawasan hutan. Padahal desa itu telah ada sejak jaman sebelum Indonesia merdeka. Kondisi ini mestinya perlu dimutakhirkan sesuai kondisi di tapak," tegas dia.
Baca juga: Tuntaskan RUU Provinsi Kalteng, DPR RI minta Teras Narang beri masukan
Senator asal Kalteng itu pun berharap Kementerian LHK beserta Kementerian ATR/BPN segera menuntaskan persoalan ini, dan memberikan hak pada masyarakat lokal melestarikan kearifan budayanya di tanah mereka sendiri.
"Jangan sampai masyarakat mengalami kecemburuan sosial terhadap transmigran maupun pelaku investasi yang banyak difasilitasi pemerintah pusat, sementara warga lokal kesulitan mengakses program TORA yang justru digagas pemerintahan ini," demikian Teras Narang.
Pertemuan dengan perangkat Kecamatan Timpah tersebut dalam rangka reses perseorangan Teras Narang sebagai Anggota DPD RI. Dan untuk aspirasi dan keluhan yang diterima saat pertemuan itu diantaranya terkait akses pendidikan dan kelistrikan, masyarakat tak bisa mendapatkan sertifikat hak milik terhadap lahannya, serta lainnya.
Baca juga: Teras Narang: Pemimpin Otorita IKN harus peka terhadap kearifan lokal
Baca juga: Teras Narang: Apa kebijakan Panglima TNI berdayakan pemuda Kalimantan
Kesulitan tersebut akibat adanya perbedaan pandangan maupun kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), kata Teras Narang saat melakukan pertemuan secara virtual dengan perangkat Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Rabu.
"Perbedaan dua kementerian itu justru mengorbankan daerah, termasuk di Kalteng. Jadi, saya bisa memahami apa yang dirasakan oleh aparat Kecamatan Timpah dalam menghadapi masyarakat ketika mengurus sertifikat hak milik atas tanah," tambah dia.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu, isu penataan ruang, pertanahan, dan wilayah negara menjadi satu persoalan yang memiliki dimensi kerumitan tinggi. Terlebih bila melihat bagaimana masyarakat lokal kehilangan hak untuk mendapatkan kesejahteraan, akibat tidak ada kepastian atas kepemilikan lahan.
Teras mengatakan, kesulitan dan keruwetan masyarakat dalam mendapatkan kepastian hukum atas lahan yang telah ditempati berpuluh-puluh tahun pun, akan semakin bertambah apabila disekitarnya telah ada perusahaan perkebunan, pertambangan ataupun lainnya.
"Saya pernah memimpin Kalteng selama 10 tahun, jadi paham betul bahwa secara administratif, banyak desa dan masyarakat tinggal dalam kawasan hutan. Padahal desa itu telah ada sejak jaman sebelum Indonesia merdeka. Kondisi ini mestinya perlu dimutakhirkan sesuai kondisi di tapak," tegas dia.
Baca juga: Tuntaskan RUU Provinsi Kalteng, DPR RI minta Teras Narang beri masukan
Senator asal Kalteng itu pun berharap Kementerian LHK beserta Kementerian ATR/BPN segera menuntaskan persoalan ini, dan memberikan hak pada masyarakat lokal melestarikan kearifan budayanya di tanah mereka sendiri.
"Jangan sampai masyarakat mengalami kecemburuan sosial terhadap transmigran maupun pelaku investasi yang banyak difasilitasi pemerintah pusat, sementara warga lokal kesulitan mengakses program TORA yang justru digagas pemerintahan ini," demikian Teras Narang.
Pertemuan dengan perangkat Kecamatan Timpah tersebut dalam rangka reses perseorangan Teras Narang sebagai Anggota DPD RI. Dan untuk aspirasi dan keluhan yang diterima saat pertemuan itu diantaranya terkait akses pendidikan dan kelistrikan, masyarakat tak bisa mendapatkan sertifikat hak milik terhadap lahannya, serta lainnya.
Baca juga: Teras Narang: Pemimpin Otorita IKN harus peka terhadap kearifan lokal
Baca juga: Teras Narang: Apa kebijakan Panglima TNI berdayakan pemuda Kalimantan