Jangka Benah solusi penyelesaian masalah perkebunan sawit di Kalteng
Palangka Raya (ANTARA) - Tim Jangka Benah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengenalkan Strategi Jangka Benah (SJB) sebagai salah satu skema penyelesaian dan penataan kebun kelapa sawit di kawasan hutan.
Ketua Tim Strategi Jangka Benah Fakultas Kehutanan UGM Hero Marhaento di Palangka Raya, Senin, mengatakan, Jangka Benah dinilai dapat menjadikan solusi jalan tengah dalam penyelesaian ketidaksesuaian atau tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan untuk penggunaan lain, salah satunya perkebunan kelapa sawit.
"Dengan strategi tersebut nantinya kita akan mendapatkan fungsi ekologi yang pulih, fungsi peningkatan tata air dalam tanah dan nilai ekonomi juga terbantu," katanya saat mensosialisasikan hal tersebut di Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng.
Strategi Jangka Benah (SJB) merupakan upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestry tertentu disertai dengan komitmen kelembagaan dengan para pihak.
Berdasarkan data dari Kementan, luas tutupan sawit di Kalteng kurang lebih 1,7 juta hektare. Sedangkan perkebunan sawit yang berada di kawasan HPL atau yang legal, kurang lebih sekitar 800 ribu hektare.
Sedangkan untuk perkebunan sawit di kawasan hutan jumlahnya, mencapai 900 ribu hektare. Angka yang cukup besar untuk disebut sebagai perkebunan sawit ilegal dan diperlukan solusinya.
"Nah kami dari Tim Jangka Benah, sudah menyusun konsep mengenai keterlanjuran perkebunan sawit di kawasan hutan tersebut dengan SJB tersebut," katanya.
Saat ini Jangka Benah kini juga sudah menjadi kebijakan nasional melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 dan PP Nomor 24 Tahun 2021, sudah muncul bahwa setiap pelaku usaha di dalam kawasan hutan berupa perkebunan kelapa sawit tersebut, harus melaksanakan kewajiban penyelesaian secara administratif yang juga diikuti Jangka Benah.
Uji coba Jangka Benah juga sudah dilakukan masyarakat yang berada di Desa Karangsari, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur dengan luas sekitar 50 hektare dan 30 orang petani, namun masih dilakukan pengurusan izin proses perhutanan sosialnya karena mereka ingin mendapatkan akses legal bagi masyarakat kelompok tani hutan.
"Satu lagi berada di Kabupaten Kotawaringin Barat berada di Desa Pangkut Kecamatan Arut Utara, dengan luasan sama milik tiga kelompok tani hutan di daerah setempat," ungkapnya.
Dilokasi yang sama Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizky R Badjuri menambahkan, pemerintah setempat tentunya sangat mendukung program yang disosialisasikan dari Tim Strategi Jangka Benah dari Fakultas Kehutanan UGM tersebut.
Program tersebut juga tidak hanya memberikan solusi terhadap perkebunan masyarakat saja, kedepan perusahaan perkebunan kelapa sawit di provinsi setempat juga bisa melakukannya.
"Hal tersebut selain menjaga ekosistem hutan, program tersebut juga tidak merusak investasi yang sudah ada di provinsi setempat," demikian Rizky R Badjuri.
Ketua Tim Strategi Jangka Benah Fakultas Kehutanan UGM Hero Marhaento di Palangka Raya, Senin, mengatakan, Jangka Benah dinilai dapat menjadikan solusi jalan tengah dalam penyelesaian ketidaksesuaian atau tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan untuk penggunaan lain, salah satunya perkebunan kelapa sawit.
"Dengan strategi tersebut nantinya kita akan mendapatkan fungsi ekologi yang pulih, fungsi peningkatan tata air dalam tanah dan nilai ekonomi juga terbantu," katanya saat mensosialisasikan hal tersebut di Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng.
Strategi Jangka Benah (SJB) merupakan upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestry tertentu disertai dengan komitmen kelembagaan dengan para pihak.
Berdasarkan data dari Kementan, luas tutupan sawit di Kalteng kurang lebih 1,7 juta hektare. Sedangkan perkebunan sawit yang berada di kawasan HPL atau yang legal, kurang lebih sekitar 800 ribu hektare.
Sedangkan untuk perkebunan sawit di kawasan hutan jumlahnya, mencapai 900 ribu hektare. Angka yang cukup besar untuk disebut sebagai perkebunan sawit ilegal dan diperlukan solusinya.
"Nah kami dari Tim Jangka Benah, sudah menyusun konsep mengenai keterlanjuran perkebunan sawit di kawasan hutan tersebut dengan SJB tersebut," katanya.
Saat ini Jangka Benah kini juga sudah menjadi kebijakan nasional melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 dan PP Nomor 24 Tahun 2021, sudah muncul bahwa setiap pelaku usaha di dalam kawasan hutan berupa perkebunan kelapa sawit tersebut, harus melaksanakan kewajiban penyelesaian secara administratif yang juga diikuti Jangka Benah.
Uji coba Jangka Benah juga sudah dilakukan masyarakat yang berada di Desa Karangsari, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur dengan luas sekitar 50 hektare dan 30 orang petani, namun masih dilakukan pengurusan izin proses perhutanan sosialnya karena mereka ingin mendapatkan akses legal bagi masyarakat kelompok tani hutan.
"Satu lagi berada di Kabupaten Kotawaringin Barat berada di Desa Pangkut Kecamatan Arut Utara, dengan luasan sama milik tiga kelompok tani hutan di daerah setempat," ungkapnya.
Dilokasi yang sama Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizky R Badjuri menambahkan, pemerintah setempat tentunya sangat mendukung program yang disosialisasikan dari Tim Strategi Jangka Benah dari Fakultas Kehutanan UGM tersebut.
Program tersebut juga tidak hanya memberikan solusi terhadap perkebunan masyarakat saja, kedepan perusahaan perkebunan kelapa sawit di provinsi setempat juga bisa melakukannya.
"Hal tersebut selain menjaga ekosistem hutan, program tersebut juga tidak merusak investasi yang sudah ada di provinsi setempat," demikian Rizky R Badjuri.