Pusat diminta isi kekosongan aturan terkait pengelolaan plasma sawit
Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menerima informasi bahwa perkebunan plasma kelapa sawit yang berisi kewajiban pelepasan 20 persen area Hak Guna Usaha (HGU) kepada masyarakat, masih ada bias informasi dan mesti disosialisasikan dengan baik, agar tidak terjadi konflik.
Ditambah lagi masih adanya kekosongan hukum atau aturan mengenai kewenangan pengelolaan 20 persen areal HGU akan dikelola oleh pihak mana, kata Teras Narang usai melaksanakan reses secara daring dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu.
"Kondisi ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam menghadirkan situasi kondusif bagi kemitraan pelaku investasi dengan masyarakat," ucapnya.
Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu pun meminta kepada pemerintah pusat, agar memberikan perhatian serius terhadap permasalahan tersebut, serta segera mengisi kekosongan aturan terkait pengelolaan plasma kelapa sawit 20 hektar dari areal HGU.
Teras Narang mengatakan bahwa dirinya saat masih menjabat Gubernur Kalteng, sudah memberikan perhatian terhadap kondisi tersebut. Bahkan pada tahun 2011 dibuat aturan berupa peraturan daerah (perda) tentang Pembentukan Usaha Perkebunan Berkelanjutan.
"Jadi, jauh sebelum pemerintah pusat memikirkan, kita telah memikirkan bagaimana agar perkebunan plasma bisa menghadirkan keadilan bagi semua, dan tentu saja prinsipnya berkelanjutan," kata dia.
Baca juga: Pusat diminta evaluasi penyederhanaan birokrasi dan penghapusan tenaga kontrak
Selain masalah plasma kelapa sawit, Senator asal Kalteng itu juga menerima informasi dari BPN Kotim terkait modus mafia tanah di wilayah setempat. Di mana para mafia tanah membuat akta tanah yang palsu dengan mengincar tanah kosong bersertifikat namun tidak dijaga.
Pelaku mafia tanah juga mengincar tanah kosong yang belum bersertifikat dan datanya tidak masuk ke BPN, kemudian saat proses PTSL ada kesengajaan rekayasa data, dan penyalahgunaan akun aplikasi di jajaran BPN.
"Ini harus menjadi perhatian kita bersama. Masyarakat pun dihimbau untuk mencegah terjadinya praktik mafia tanah ini dengan aktif datang ke Kantor Pertanahan, untuk validasi dan kontrol aset tanahnya," demikian Teras Narang.
Baca juga: Kejar ketertinggalan, Pemkab Katingan perlu prioritaskan pendidikan
Baca juga: Teras Narang ingatkan penunjukan Pj kepala daerah tidak transaksional
Baca juga: Gerbang Utama IKN, Teras Narang minta pembangunan di Barut lebih digenjot
Ditambah lagi masih adanya kekosongan hukum atau aturan mengenai kewenangan pengelolaan 20 persen areal HGU akan dikelola oleh pihak mana, kata Teras Narang usai melaksanakan reses secara daring dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu.
"Kondisi ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam menghadirkan situasi kondusif bagi kemitraan pelaku investasi dengan masyarakat," ucapnya.
Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu pun meminta kepada pemerintah pusat, agar memberikan perhatian serius terhadap permasalahan tersebut, serta segera mengisi kekosongan aturan terkait pengelolaan plasma kelapa sawit 20 hektar dari areal HGU.
Teras Narang mengatakan bahwa dirinya saat masih menjabat Gubernur Kalteng, sudah memberikan perhatian terhadap kondisi tersebut. Bahkan pada tahun 2011 dibuat aturan berupa peraturan daerah (perda) tentang Pembentukan Usaha Perkebunan Berkelanjutan.
"Jadi, jauh sebelum pemerintah pusat memikirkan, kita telah memikirkan bagaimana agar perkebunan plasma bisa menghadirkan keadilan bagi semua, dan tentu saja prinsipnya berkelanjutan," kata dia.
Baca juga: Pusat diminta evaluasi penyederhanaan birokrasi dan penghapusan tenaga kontrak
Selain masalah plasma kelapa sawit, Senator asal Kalteng itu juga menerima informasi dari BPN Kotim terkait modus mafia tanah di wilayah setempat. Di mana para mafia tanah membuat akta tanah yang palsu dengan mengincar tanah kosong bersertifikat namun tidak dijaga.
Pelaku mafia tanah juga mengincar tanah kosong yang belum bersertifikat dan datanya tidak masuk ke BPN, kemudian saat proses PTSL ada kesengajaan rekayasa data, dan penyalahgunaan akun aplikasi di jajaran BPN.
"Ini harus menjadi perhatian kita bersama. Masyarakat pun dihimbau untuk mencegah terjadinya praktik mafia tanah ini dengan aktif datang ke Kantor Pertanahan, untuk validasi dan kontrol aset tanahnya," demikian Teras Narang.
Baca juga: Kejar ketertinggalan, Pemkab Katingan perlu prioritaskan pendidikan
Baca juga: Teras Narang ingatkan penunjukan Pj kepala daerah tidak transaksional
Baca juga: Gerbang Utama IKN, Teras Narang minta pembangunan di Barut lebih digenjot