Tersangka korupsi BLUD di RSUD Praya diminta buktikan jaksa menerima uang
"Kalau memang bisa dibuktikan, mana buktinya,"
Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sungarpin meminta tersangka korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya dr Muzakir Langkir untuk membuktikan pernyataan terkait adanya oknum jaksa yang menerima aliran uang dari kasus tersebut.
"Kalau memang bisa dibuktikan, mana buktinya," kata Sungarpin, di Mataram, Senin.
Dokter Muzakir Langkir, Direktur RSUD Praya yang ikut terseret sebagai salah satu tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan dana BLUD Tahun Anggaran 2017-2020, ini mengeluarkan pernyataan demikian ketika hendak menjalani penahanan jaksa bersama dua tersangka lainnya pada Rabu (24/8) lalu.
Selain menyebut adanya aliran uang masuk ke kantong jaksa di Kejari Lombok Tengah, nama Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah, serta sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) juga turut terseret.
Terkait dengan pernyataan tersebut, Kajati NTB telah mengerahkan fungsi pengawasan dengan melakukan serangkaian klarifikasi terhadap para pihak yang diduga menerima aliran uang dari kasus tersebut.
Sungarpin memastikan kegiatan klarifikasi sudah selesai. Seluruh pihak, baik dari lingkup kejaksaan maupun pejabat daerah sudah memberikan klarifikasi.
Hasil kerja tim pengawasan kini sudah sampai ke Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta. Meskipun Sungarpin enggan membeberkan hasil, namun dia memastikan Kejati NTB kini tinggal menunggu arahan dari Kejagung.
Lebih lanjut, Sungarpin meyakinkan bahwa pihak kejaksaan tidak gegabah dalam menangani suatu perkara. Ada serangkaian penanganan yang harus dilaksanakan sebelum akhirnya muncul peran tersangka.
"Yakinlah, kalau jaksa menetapkan tersangka dan kemudian melakukan penahanan, itu sudah melalui proses hukum yang jelas. Pasti tidak sembarang," ujarnya pula.
Dia pun memastikan tidak ada lagi peluang jaksa bermain kasus. Karena sudah ada tim di bidang pengawasan yang selalu bekerja memantau setiap penanganan perkara.
"Jadi, kalau jaksa berbuat itu (terima aliran uang), pasti tidak berani. Mana mungkin dia (jaksa) berani menaruh lehernya ke jeratan hukum," ujar dia.
Dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, dokter Muzakir ditetapkan sebagai tersangka bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) RSUD Praya periode 2016-2022, berinisial AS, dan Bendahara RSUD Praya periode 2017-2022, berinisial BPA.
Berdasarkan hasil penyidikan, muncul kerugian negara dari penghitungan Inspektorat Lombok Tengah dengan nilai sedikitnya Rp1,88 miliar.
Kerugian tersebut muncul dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu item pekerjaan berkaitan dengan pengadaan makanan kering dan makanan basah. Nilai kerugian untuk pekerjaan tersebut sedikitnya mencapai Rp890 juta.
Sebagai tersangka, ketiga pejabat RSUD Praya tersebut dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 54 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Kalau memang bisa dibuktikan, mana buktinya," kata Sungarpin, di Mataram, Senin.
Dokter Muzakir Langkir, Direktur RSUD Praya yang ikut terseret sebagai salah satu tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan dana BLUD Tahun Anggaran 2017-2020, ini mengeluarkan pernyataan demikian ketika hendak menjalani penahanan jaksa bersama dua tersangka lainnya pada Rabu (24/8) lalu.
Selain menyebut adanya aliran uang masuk ke kantong jaksa di Kejari Lombok Tengah, nama Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah, serta sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) juga turut terseret.
Terkait dengan pernyataan tersebut, Kajati NTB telah mengerahkan fungsi pengawasan dengan melakukan serangkaian klarifikasi terhadap para pihak yang diduga menerima aliran uang dari kasus tersebut.
Sungarpin memastikan kegiatan klarifikasi sudah selesai. Seluruh pihak, baik dari lingkup kejaksaan maupun pejabat daerah sudah memberikan klarifikasi.
Hasil kerja tim pengawasan kini sudah sampai ke Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta. Meskipun Sungarpin enggan membeberkan hasil, namun dia memastikan Kejati NTB kini tinggal menunggu arahan dari Kejagung.
Lebih lanjut, Sungarpin meyakinkan bahwa pihak kejaksaan tidak gegabah dalam menangani suatu perkara. Ada serangkaian penanganan yang harus dilaksanakan sebelum akhirnya muncul peran tersangka.
"Yakinlah, kalau jaksa menetapkan tersangka dan kemudian melakukan penahanan, itu sudah melalui proses hukum yang jelas. Pasti tidak sembarang," ujarnya pula.
Dia pun memastikan tidak ada lagi peluang jaksa bermain kasus. Karena sudah ada tim di bidang pengawasan yang selalu bekerja memantau setiap penanganan perkara.
"Jadi, kalau jaksa berbuat itu (terima aliran uang), pasti tidak berani. Mana mungkin dia (jaksa) berani menaruh lehernya ke jeratan hukum," ujar dia.
Dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, dokter Muzakir ditetapkan sebagai tersangka bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) RSUD Praya periode 2016-2022, berinisial AS, dan Bendahara RSUD Praya periode 2017-2022, berinisial BPA.
Berdasarkan hasil penyidikan, muncul kerugian negara dari penghitungan Inspektorat Lombok Tengah dengan nilai sedikitnya Rp1,88 miliar.
Kerugian tersebut muncul dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu item pekerjaan berkaitan dengan pengadaan makanan kering dan makanan basah. Nilai kerugian untuk pekerjaan tersebut sedikitnya mencapai Rp890 juta.
Sebagai tersangka, ketiga pejabat RSUD Praya tersebut dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 54 ayat 1 Ke-1 KUHP.