Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Jember Muhammad Iqbal mengatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024 dapat menjadi teror hukum yang mengancam demokrasi.
"Itulah teror hukum sarat akrobat politik yang beyond the power, di luar kewenangan. Oleh karenanya harus null and void, batal demi hukum," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jember, Jumat.
Menurutnya keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait gugatan partai Prima yang memutuskan untuk penundaan tahapan Pemilu 2024 merupakan ancaman nyata kepada demokrasi.
"Sudah sangat jelas dalam UU Pemilu No. 7 tahun 2017 pasal 470 dan 471 mengatur bahwa sengketa proses pemilu merupakan wilayah kewenangan Bawaslu dan PTUN, bukan kewenangan pengadilan negeri," tuturnya.
Meskipun ada kewenangan pengadilan negeri di dalam rezim UU Pemilu tersebut, maka sangat terbatas pada penanganan tindak pidana pemilu.
"Kewenangan itu berjalan setelah dinyatakan dalam putusan Bawaslu dan setelah berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan dalam Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang disebutkan pada Pasal 476," katanya.
Perlu dicatat pula, lanjut dia, UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 itu memuat 573 pasal yang keterlibatan penanganan perkara oleh Pengadilan Negeri hanya diatur dalam 4 pasal saja (Pasal 480, 481, 482 dan 485), itu hanya terkait penanganan tindak pidana pemilu, bukan sengketa proses pemilu.
"Jika keputusan PN Jakarta Pusat yang bisa ditafsirkan untuk menunda pemilu, boleh saya sebut sebagai teror hukum yang mengancam demokrasi dan melabrak pilar konstitusi," ucap pakar komunikasi politik Unej itu.
Dosen FISIP Unej itu menilai seharusnya sejak awal sudah bisa ambil ketegasan demi hukum dan marwah konstitusi untuk menolak seluruh permohonan penggugat karena gugatan tersebut bukan kewenangannya.
"Maka, perbuatan beyond the power itu patut diduga sebagai bagian dari drama akrobatik politik dalam skenario penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden," ujarnya.
Iqbal berharap DPR RI perlu segera berkoordinasi dengan Komisi Yudisial untuk memproses dugaan adanya indikasi teror hukum dan akrobat politik dalam tubuh PN Jakarta Pusat.
Berita Terkait
Perum LKBN ANTARA kolaborasi dengan Kauje dalam Tegalboto Memanggil 3
Rabu, 16 Oktober 2024 10:57 Wib
Polisi buru sejumlah pesilat PSHT pelaku pengeroyokan polisi
Senin, 22 Juli 2024 21:51 Wib
Bus tabrak pos jaga perlintasan di Jember
Rabu, 12 Juni 2024 17:54 Wib
Petenis tunggal putra Indonesia boyong juara Detec International
Senin, 27 Mei 2024 6:31 Wib
Petenis putri Indonesia juara tunggal Detec International Junior
Minggu, 26 Mei 2024 12:34 Wib
Ketua Bawaslu Jember selamat dari kecelakaan maut
Jumat, 10 Mei 2024 22:13 Wib
Kasus keracunan massal makanan takjil di Jember
Senin, 1 April 2024 14:33 Wib
Geledah kantor terkait OTT Bondowoso, KPK enggan berikan keterangan
Rabu, 22 November 2023 18:49 Wib