Pasangan suami-istri diimbau kesampingkan ego hadapi perbedaan politik

id Bkkbn,suami istri,perbadaan pandangan politik,beda pilihan politik,pilkada serentak

Pasangan suami-istri diimbau kesampingkan ego hadapi perbedaan politik

Ilustrasi - Perceraian suami istri (istimewa)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengimbau suami-istri mengesampingkan ego masing-masing ketika menghadapi perbedaan politik, utamanya saat menentukan pilihan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hari ini.

"Kemungkinan perbedaan politik sehingga terjadi ketegangan misalnya suami nyoblos A, istri nyoblos B, ini kalau masing-masing egois, pasti akan terjadi masalah, tetapi intinya bukan persoalan politik sebenarnya, intinya bagaimana pasangan suami istri mempertahankan egonya masing-masing atau tidak, begitu kan?" ujar Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, dalam rumah tangga yang penting bagaimana agar satu sama lain saling meredakan ketegangan yang terjadi untuk meredam konflik.

"Di dalam rumah tangga itu saya kira yang penting bagaimana yang satunya tensi tinggi, ya, jangan tinggi semua lah, misal suami tinggi tensinya, ya, istrinya tensi rendah lah, begitu juga sebaliknya, jadi saling menyejukkan," katanya.

Baca juga: Kementerian PPPA sosialisasi kesetaraan gender dalam bidang politik

Baca juga: KPPPA: Pasutri bercerai karena beda pilihan politik dampak patriarki


Namun, Teguh menambahkan, konflik di dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian seperti disampaikan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, di mana terdapat 500 pasangan yang bercerai karena perbedaan politik, tentu memiliki pemicu-pemicu lain sebelumnya.

"Saya kira ini ada penyebab-penyebab sebelumnya, ya, sehingga ini menjadi triggeryang ujung-ujungnya sering (terjadi konflik), tentu ini tidak kita harapkan, oleh karena itu, sebenarnya kalau di dalam BKKBN, program penyiapan kehidupan berkeluarga itu ada dari remaja, yang menikah, termasuk calon-calon pengantin itu diedukasi," paparnya.

Edukasi tersebut, kata Teguh, tidak terbatas pada kesehatan produksi, tetapi bagaimana membentuk keluarga melalui delapan fungsi keluarga, yakni keagamaan, kasih sayang, pendidikan, sosial budaya, kesehatan reproduksi, pembinaan lingkungan, ekonomi, dan perlindungan.

"Jadi delapan fungsi keluarga itulah yang perlu disampaikan, dijelaskan kepada calon pasangan suami-istri, bahwa keluarga itu memiliki fungsi tersebut karena memang membentuk sebuah keluarga itu kan menyatukan dua orang yang berbeda," tuturnya.

Ia juga mengemukakan pentingnya melakukan pemeriksaan kepada calon istri selain edukasi tentang penyiapan kehidupan berkeluarga.

"Pemeriksaan itu penting karena istri akan melahirkan, akan hamil, itu perlu kondisi sehat betul, baik ibu maupun anaknya. Maka, pemeriksaan kesehatan penting, utamanya dalam rangka mencegah stunting, ada hemoglobin yang harus dicek, kondisi kesehatannya harus dicek, sehingga siap lahir batin, baik secara mental, kesehatan fisik, juga ekonomi," demikian Sukaryo Teguh Santoso.