Dugaan korupsi RSUD Sumbawa, penyidik gandeng ahli bahasa

id korupsi RSUD Sumbawa,Mataram,Kalteng,Dugaan korupsi RSUD Sumbawa, penyidik gandeng ahli bahasa,pengelolaan dana BLUD

Dugaan korupsi RSUD Sumbawa, penyidik gandeng ahli bahasa

Foto arsip-Gedung RSUD Sumbawa. (ANTARA/HO-Pemkab Sumbawa)

Mataram (ANTARA) - Penyidik kejaksaan menggandeng ahli bahasa untuk  menelusuri indikasi  dugaan korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tahun anggaran 2022.

"Hari ini kami minta keterangan ahli bahasa untuk membedah percakapan antara rekanan dengan pejabat rumah sakit," kata Kasi Intelijen Kejari Sumbawa Anak Agung Putu Juliartana melalu keterangan diterima di Mataram, Senin.

Indikasi yang ditelusuri dalam percakapan itu, jelas dia, terkait adanya dugaan gratifikasi dalam pengelolaan dana BLUD.

"Apakah memuat unsur gratifikasi dalam percakapan itu? ini yang mau dilihat penyidik," ujarnya.

Dalam penyidikan kasus ini, kejaksaan telah melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap sejumlah rekanan pelaksana proyek. Keterangan dari para rekanan diyakinkan Agung sebagai bahan pemeriksaan oleh ahli bahasa.

Dia tidak memungkiri bahwa rangkaian pemeriksaan rekanan pelaksana proyek ini telah menyita banyak waktu penyidikan, mengingat adanya 883 item pekerjaan yang diduga bermasalah.

Agung turut meyakinkan bahwa proses penyidikan ini belum menyentuh tahap penelusuran kerugian negara.

Untuk hal tersebut, Agung mengatakan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dengan ahli audit kerugian negara. Dalam hal ini dari lembaga yang punya akreditasi dalam menghitung kerugian negara, salah satunya BPKP Perwakilan NTB.

Dalam penyidikan kasus ini, jaksa sebelumnya menemukan adanya dugaan penyelewengan dana BLUD tahun anggaran 2022 dari 883 item pekerjaan. Salah satunya, terkait pembayaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes).

Khusus untuk jaspelkes dalam periode tiga bulan mulai Oktober sampai dengan Desember 2022 tercatat adanya tunggakan pembayaran sebesar Rp10,5 miliar.

Oleh karena itu, potensi kerugian negara yang sebelumnya telah disampaikan dengan nilai Rp1,6 miliar berpeluang naik.