Kemenkominfo kaji tren "social commerce"
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah mengkaji tren "social commerce" (s-commerce) yang tengah berkembang di masyarakat yaitu sebuah fenomena media sosial dan e-commerce terintegrasi untuk kegiatan transaksi produk.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya ingin mengkaji dan memastikan bahwa praktik tersebut wajib melindungi masyarakat sebagai konsumen namun tidak menghalangi penggunanya untuk berkreasi.
“Jadi memang kita lagi kaji fenomena perkembangan baru ini. Tapi di satu sisi juga kita mau masyarakat juga harus dilindungi jangan sampai S-Commerce ini jadi ajang penipuan. Prinsipnya perlindungan terhadap konsumen dan juga menumbuhkan daya kreativitas masyarakat juga tidak boleh mati,” kata Budi dalam pernyataan resmi yang diterima ANTARA, Jumat.
Di tengah kajian tersebut, Budi mengatakan tidak akan asal mengambil langkah untuk melarang praktik jual beli terkait dengan media sosial itu.
Kemenkominfo menggandeng banyak sektor lain termasuk lintas kementerian dan lembaga yang terkait dengan fenomena ini agar ditemukan solusi tepat untuk mengatur-nya.
“Diupayakan tidak mematikan kreativitas masyarakat dalam membangun usaha. Seperti ada masyarakat yang memproduksi dan melakukan jual-beli takjil secara online melalui WhatsApp dalam komunitas terbatas. Praktik transaksi seperti itu membutuhkan kajian dan regulasi yang bijaksana,” katanya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menambahkan saat ini ada dua jenis bentuk Social Commmerce yaitu yang secara langsung difasilitasi oleh platform digital dan pribadi.
Menurutnya untuk social commerce yang difasilitasi platform, saat ini mengikuti kebijakan yang juga diterapkan pada e-commerce. Sedangkan untuk masyarakat yang menggunakan media sosial pribadinya untuk berjualan, fenomena tersebut yang tengah diteliti.
"S-Commerce pribadi ini yang sedang dikaji,” kata Semuel.
Semuel mengimbau masyarakat agar jeli dalam bertransaksi di tengah fenomena social commerce pribadi tersebut. Lakukan pengecekan ulang dan melihat ulasan sebelum melakukan jual beli agar tidak terjerat penipuan.
"Kadang-kadang pembayarannya pun tidak melalui platform. Itu yang perlu masyarakat pahami dan selalu check and recheck apakah orang ini trusted nggak. Kalau tidak nanti tertipu," tutupnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya ingin mengkaji dan memastikan bahwa praktik tersebut wajib melindungi masyarakat sebagai konsumen namun tidak menghalangi penggunanya untuk berkreasi.
“Jadi memang kita lagi kaji fenomena perkembangan baru ini. Tapi di satu sisi juga kita mau masyarakat juga harus dilindungi jangan sampai S-Commerce ini jadi ajang penipuan. Prinsipnya perlindungan terhadap konsumen dan juga menumbuhkan daya kreativitas masyarakat juga tidak boleh mati,” kata Budi dalam pernyataan resmi yang diterima ANTARA, Jumat.
Di tengah kajian tersebut, Budi mengatakan tidak akan asal mengambil langkah untuk melarang praktik jual beli terkait dengan media sosial itu.
Kemenkominfo menggandeng banyak sektor lain termasuk lintas kementerian dan lembaga yang terkait dengan fenomena ini agar ditemukan solusi tepat untuk mengatur-nya.
“Diupayakan tidak mematikan kreativitas masyarakat dalam membangun usaha. Seperti ada masyarakat yang memproduksi dan melakukan jual-beli takjil secara online melalui WhatsApp dalam komunitas terbatas. Praktik transaksi seperti itu membutuhkan kajian dan regulasi yang bijaksana,” katanya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menambahkan saat ini ada dua jenis bentuk Social Commmerce yaitu yang secara langsung difasilitasi oleh platform digital dan pribadi.
Menurutnya untuk social commerce yang difasilitasi platform, saat ini mengikuti kebijakan yang juga diterapkan pada e-commerce. Sedangkan untuk masyarakat yang menggunakan media sosial pribadinya untuk berjualan, fenomena tersebut yang tengah diteliti.
"S-Commerce pribadi ini yang sedang dikaji,” kata Semuel.
Semuel mengimbau masyarakat agar jeli dalam bertransaksi di tengah fenomena social commerce pribadi tersebut. Lakukan pengecekan ulang dan melihat ulasan sebelum melakukan jual beli agar tidak terjerat penipuan.
"Kadang-kadang pembayarannya pun tidak melalui platform. Itu yang perlu masyarakat pahami dan selalu check and recheck apakah orang ini trusted nggak. Kalau tidak nanti tertipu," tutupnya.