Indonesia gugat lembaga antikorupsi Inggris soal kasus suap Garuda
Badung, Bali (ANTARA) - Pemerintah Indonesia berencana mengajukan gugatan kepada lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), setelah lembaga itu mendapatkan kompensasi sebesar 992 juta Euro terkait kasus suap pembelian pesawat Garuda pada tahun 2017.
"Sangat disayangkan juga pemerintah Inggris ini tidak pernah komunikasi dengan Indonesia mengenai hal ini (kompensasi). Harusnya Indonesia dilibatkan," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Cahyo Rahardian Muzhar di sela pertemuan pejabat senior ASEAN di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Cahyo menuturkan awalnya Inggris melakukan penyidikan dengan membuka perkara pidana atas dugaan suap pembelian pesawat Garuda.
Dalam perjalanannya, proses hukum dihentikan karena negara itu memiliki undang-undang yang mengatur bahwa proses hukum itu dapat dihentikan apabila membayar kompensasi berupa denda sebesar 992 juta Euro.
Meski mengaku tidak mencampuri aturan hukum yang berlaku di negara itu, namun ia menekankan bahwa Indonesia merupakan negara yang dirugikan atas kasus tersebut.
Pasalnya, lanjut dia, pembelian pesawat dengan harga yang tidak wajar alias digelembungkan, namun tidak mendapatkan hak dari kompensasi tersebut.
"Oleh karena itu, kami putuskan menggugat SFO Inggris di pengadilan Inggris karena kami juga akan minta hak kami, hak Indonesia dari kerugian yang diakibatkan penggelembungan pembelian pesawat dari Airbus," ujarnya.
Menurut ia, tidak adil mengingat lembaga nonpemerintah di Inggris itu melakukan penyidikan terhadap produsen pesawat Airbus dengan menggunakan informasi, data dan dokumen dari Indonesia, termasuk putusan pengadilan di Indonesia atas kasus suap itu yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Ibaratnya semua informasi dari Indonesia, dia (SFO) melakukan penyidikan, terus dia dapat uang 992 juta Euro. Itu tidak adil, ini yang kami kejar," ucapnya.
Ia menambahkan Indonesia memiliki peluang untuk melakukan tuntutan itu karena sudah melakukan konsultasi dengan beberapa ahli hukum di negeri monarki tersebut.
"Kami sudah melakukan konsultasi dengan beberapa ahli hukum di Inggris dan kans itu tetap ada," katanya.
Cahyo tidak menyebutkan waktu pasti pengajuan gugatan di Inggris itu, namun memastikan akan dilakukan dalam waktu dekat.
Sebelum berencana menggugat, pihaknya sudah melayangkan dua kali surat dari Kementerian Hukum dan HAM kepada pemerintah di Inggris sejak sebelum COVID-19 melanda.
Bahkan, sempat memanggil duta besar Inggris untuk Indonesia di Jakarta, namun belum mendapatkan hasil memuaskan.
"Inilah justru kami harus evaluasi, apakah benar dalam konteks ini Inggris menganggap kita negara setara dengan mereka. Ini task for us. Kami akan all out dan saya dapat persetujuan Menkumham menggugat Serious Fraud Office di Inggris," imbuhnya.
"Sangat disayangkan juga pemerintah Inggris ini tidak pernah komunikasi dengan Indonesia mengenai hal ini (kompensasi). Harusnya Indonesia dilibatkan," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Cahyo Rahardian Muzhar di sela pertemuan pejabat senior ASEAN di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Cahyo menuturkan awalnya Inggris melakukan penyidikan dengan membuka perkara pidana atas dugaan suap pembelian pesawat Garuda.
Dalam perjalanannya, proses hukum dihentikan karena negara itu memiliki undang-undang yang mengatur bahwa proses hukum itu dapat dihentikan apabila membayar kompensasi berupa denda sebesar 992 juta Euro.
Meski mengaku tidak mencampuri aturan hukum yang berlaku di negara itu, namun ia menekankan bahwa Indonesia merupakan negara yang dirugikan atas kasus tersebut.
Pasalnya, lanjut dia, pembelian pesawat dengan harga yang tidak wajar alias digelembungkan, namun tidak mendapatkan hak dari kompensasi tersebut.
"Oleh karena itu, kami putuskan menggugat SFO Inggris di pengadilan Inggris karena kami juga akan minta hak kami, hak Indonesia dari kerugian yang diakibatkan penggelembungan pembelian pesawat dari Airbus," ujarnya.
Menurut ia, tidak adil mengingat lembaga nonpemerintah di Inggris itu melakukan penyidikan terhadap produsen pesawat Airbus dengan menggunakan informasi, data dan dokumen dari Indonesia, termasuk putusan pengadilan di Indonesia atas kasus suap itu yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Ibaratnya semua informasi dari Indonesia, dia (SFO) melakukan penyidikan, terus dia dapat uang 992 juta Euro. Itu tidak adil, ini yang kami kejar," ucapnya.
Ia menambahkan Indonesia memiliki peluang untuk melakukan tuntutan itu karena sudah melakukan konsultasi dengan beberapa ahli hukum di negeri monarki tersebut.
"Kami sudah melakukan konsultasi dengan beberapa ahli hukum di Inggris dan kans itu tetap ada," katanya.
Cahyo tidak menyebutkan waktu pasti pengajuan gugatan di Inggris itu, namun memastikan akan dilakukan dalam waktu dekat.
Sebelum berencana menggugat, pihaknya sudah melayangkan dua kali surat dari Kementerian Hukum dan HAM kepada pemerintah di Inggris sejak sebelum COVID-19 melanda.
Bahkan, sempat memanggil duta besar Inggris untuk Indonesia di Jakarta, namun belum mendapatkan hasil memuaskan.
"Inilah justru kami harus evaluasi, apakah benar dalam konteks ini Inggris menganggap kita negara setara dengan mereka. Ini task for us. Kami akan all out dan saya dapat persetujuan Menkumham menggugat Serious Fraud Office di Inggris," imbuhnya.