Sistem KRIS perbaiki layanan kesehatan masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Analis Kebijakan Ahli Madya pada Asisten Deputi Peningkatan Pelayanan Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Diana Sista Dewi mengatakan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dapat memperbaiki layanan kesehatan masyarakat.
"Untuk kelas rawat inap standar ini justru sebenarnya memperbaiki layanan kesehatan masyarakat, artinya kita tidak membeda-bedakan antara Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas-kelas lainnya, justru untuk peningkatan layanan kesehatan kita dan fasilitas kesehatan kita," kata Diana ditemui usai acara temu media di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan terkait penyesuaian tarif dan iuran masih dalam tahap pembahasan antarkementerian atau lembaga terkait sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan itu kan juga ada persyaratan-persyaratan dan fasilitas kesehatan yang harus dipenuhi, nah itu yang kita tuju untuk kelas rawat inap standar ini, nanti terkait dengan pemanfaatan, penyesuaian tarif dan iurannya, itu yang sedang kita bicarakan lagi sesuai dengan Perpres 59 tahun 2024," ujar dia.
Ia menyebutkan, tindak lanjut terkait Perpres tersebut saat ini masih dibahas antara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan.
"Jadi ini masih ada transisi sampai nanti 30 Juni 2025, untuk KRIS ini memang implementasinya tidak langsung, artinya, pelaksanaannya menyesuaikan kemampuan rumah sakit, dan sebelum 30 Juni 2025 diharapkan semua rumah sakit bisa menerapkan KRIS ini," ucapnya.
Ia menegaskan, pembahasan soal KRIS tersebut nantinya akan melibatkan organisasi profesi, organisasi rumah sakit, hingga akademisi.
"Pelayanan kesehatan itu perlu banyak lintas sektor yang terlibat, bukan hanya kementerian/lembaga saja, ada banyak sekali termasuk dinas kesehatan, organisasi profesi, asosiasi, juga mungkin kajian-kajian akademisi," paparnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berorientasi pada peningkatan kualitas layanan kelas III pasien BPJS Kesehatan.
"Jadi yang KRIS itu tadi untuk semua pasien BPJS Kesehatan. Sekarang bagaimana mengatur rumah sakit yang sudah ada kelas I, kelas II, dan kelas III," katanya.
Syahril menyebutkan, Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan mengatur tentang penerapan 12 kriteria standar bagi layanan rawat inap pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di antaranya kualitas bangunan, pencahayaan, kamar mandi dalam, sekat tempat tidur, temperatur ruangan, hingga instalasi oksigen.
"Untuk kelas rawat inap standar ini justru sebenarnya memperbaiki layanan kesehatan masyarakat, artinya kita tidak membeda-bedakan antara Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas-kelas lainnya, justru untuk peningkatan layanan kesehatan kita dan fasilitas kesehatan kita," kata Diana ditemui usai acara temu media di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan terkait penyesuaian tarif dan iuran masih dalam tahap pembahasan antarkementerian atau lembaga terkait sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan itu kan juga ada persyaratan-persyaratan dan fasilitas kesehatan yang harus dipenuhi, nah itu yang kita tuju untuk kelas rawat inap standar ini, nanti terkait dengan pemanfaatan, penyesuaian tarif dan iurannya, itu yang sedang kita bicarakan lagi sesuai dengan Perpres 59 tahun 2024," ujar dia.
Ia menyebutkan, tindak lanjut terkait Perpres tersebut saat ini masih dibahas antara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan.
"Jadi ini masih ada transisi sampai nanti 30 Juni 2025, untuk KRIS ini memang implementasinya tidak langsung, artinya, pelaksanaannya menyesuaikan kemampuan rumah sakit, dan sebelum 30 Juni 2025 diharapkan semua rumah sakit bisa menerapkan KRIS ini," ucapnya.
Ia menegaskan, pembahasan soal KRIS tersebut nantinya akan melibatkan organisasi profesi, organisasi rumah sakit, hingga akademisi.
"Pelayanan kesehatan itu perlu banyak lintas sektor yang terlibat, bukan hanya kementerian/lembaga saja, ada banyak sekali termasuk dinas kesehatan, organisasi profesi, asosiasi, juga mungkin kajian-kajian akademisi," paparnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berorientasi pada peningkatan kualitas layanan kelas III pasien BPJS Kesehatan.
"Jadi yang KRIS itu tadi untuk semua pasien BPJS Kesehatan. Sekarang bagaimana mengatur rumah sakit yang sudah ada kelas I, kelas II, dan kelas III," katanya.
Syahril menyebutkan, Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan mengatur tentang penerapan 12 kriteria standar bagi layanan rawat inap pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di antaranya kualitas bangunan, pencahayaan, kamar mandi dalam, sekat tempat tidur, temperatur ruangan, hingga instalasi oksigen.