Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Malang membongkar praktik produksi Minyakita palsu dengan modus operandi mengemas ulang minyak goreng curah dan diedarkan ke sejumlah wilayah di Jawa Timur untuk mendapatkan keuntungan berlipat.
Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Malang Kompol Imam Mustolih dalam jumpa pers di Mapolres Malang, Kepanjen, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa pihaknya telah menangkap dua tersangka dalam kasus Minyakita palsu tersebut berinisial MZ (36) dan M (47).
“Kedua tersangka bersama-sama telah memproduksi atau mengemas, mengedarkan dan meniagakan minyak goreng curah yang dikemas dalam kemasan botol polos dan Minyakita,” kata Imam.
Imam menjelaskan, pengungkapan tersebut bermula pada saat Satgas Pangan Polres Malang melakukan pengecekan bahan pokok penting di sejumlah pasar yang ada di wilayah Kabupaten Malang dan menemukan produk yang dibuat pelaku beredar dengan volume yang tidak sesuai.
Menurutnya, pada botol Minyakita yang ditemukan tim Satgas Pangan Polres Malang tersebut tertulis volume satu liter. Namun, setelah dibandingkan dengan produk produk lain, ditengarai volume yang ada pada botol Minyakita tersebut kurang dari satu liter.
"Pada setiap botol yang tertulis satu liter tersebut, ternyata hanya berisi 760-771 mililiter, atau kurang dari satu liter," katanya.
Ia menambahkan, hal tersebut juga dikeluhkan para pedagang dan konsumen pada sejumlah pasar yang dipantau Satgas Pangan Polres Malang. Satgas Pangan Polres Malang kemudian melakukan penyelidikan terkait temuan itu.
Pada 31 Mei 2024, lanjutnya, tim Satgas Pangan Polres Malang melakukan penggerebekan pada sebuah tempat produksi Minyakita palsu di Jalan Suropati Nomor 19, RT01/17, Desa Wajak, Kabupaten Malang.
"Pada saat dilakukan pengecekan, benar bahwa tempat produksi tersebut digunakan para tersangka untuk mengemas minyak curah ke botol plastik yang kemudian dilabeli Minyakita," katanya.
Kasatreskrim Polres Malang AKP Gandha Syah Hidayat menambahkan, kedua tersangka tersebut memiliki peran masing-masing dalam memproduksi Minyakita palsu. Tersangka MZ berperan untuk menyiapkan bahan baku, sementara M menyediakan stiker Minyakita palsu.
Ia mengatakan, produk Minyakita palsu itu diedarkan ke sejumlah distributor di wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu, hingga ke Sidoarjo. Selain mengemas minyak curah dengan merek Minyakita, pelaku juga menyiapkan produk dalam kemasan botol tanpa merek.
"Produksi Minyakita palsu, per hari bisa mencapai satu ton. Mereka efektif melakukan hal ini sejak awal Februari 2024," katanya.
Dengan keuntungan yang besar tersebut, lanjutnya, tersangka MZ mendapatkan keuntungan sebesar Rp36 juta hingga Rp50 juta per minggu, atau berkisar Rp286 juta hingga Rp357 juta per bulan. Sementara M mendapatkan Rp25 juta hingga Rp35 juta per bulan.
"Tersangka mendapatkan keuntungan hingga mencapai Rp200 juta hingga hampir Rp400 juta per bulan. Per botol dijual dengan harga Rp14 ribu sampai Rp15 ribu, layaknya satu liter Minyakita. Padahal minyak curah dibeli dengan harga Rp12.500 per liter," katanya.
Dalam kasus tersebut, Satgas Pangan Polres Malang menyita sejumlah barang bukti berupa satu unit kendaraan bak terbuka, satu unit truk, 7.836 botol minyak goreng, puluhan stiker palsu Minyakita, dan sejumlah nota penjualan.
Atas perbuatannya, kedua tersangka terancam hukuman penjara maksimal lima tahun dengan denda paling banyak Rp5 miliar, dengan dijerat pasal berlapis yakni Pasal 62 ayat (1) Juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Pasal 120 Juncto Pasal 53 ayat (1) huruf b, Juncto Paragraf 7 Pasal 44 tentang perubahan pasal 53 dalam UU Nomor 3/2014 tentang Perindustrian dalam Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Juncto UU Nomor 6/2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2/2022 Tentang Cipta Kerja.
Kemudian, Pasal 113 Juncto Pasal 57 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Juncto Pasal 57 angka 20 Juncto Pasal 46 tentang beberapa perubahan ketentuan dalam UU Nomor 7/2014.
Dalam Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 2/2022 Tentang Cipta Kerja, Juncto, UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.