Sampit (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melakukan pemeriksaan untuk memastikan kelayakan hewan kurban jelang Idul Adha 1445 Hijriah.
“Kami melakukan pengecekan hewan yang nantinya akan dialokasikan untuk kurban dari masing-masing penjual yang ada di Kotim,” kata Sekretaris DPKP Kotim Permata Fitri di Sampit, Selasa.
Ia menjelaskan, kegiatan ini adalah agenda rutin DPKP Kotim setiap menjelang Hari Raya Idul Adha guna memastikan hewan kurban yang akan dipotong layak dan aman dikonsumsi.
Total ada 24 petugas meliputi beberapa dokter hewan dan petugas teknis peternakan yang dibagi dalam lima regu dikerahkan untuk pemeriksaan hewan kurban di Kota Sampit dan sekitarnya.
Total ada 66 titik pemeriksaan yang tersebar di 12. 32 titik di antaranya berlokasi di Kota Sampit, meliputi Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Baamang. Namun, khusus untuk titik pemeriksaan yang jauh dari kota ditangani oleh petugas UPTD DPKP setempat.
Sementara, jumlah hewan kurban yang didata DPKP Kotim saat ini ada 2.563 sapi, 899 kambing dan 13 domba.
Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari pengecekan administrasi, untuk memastikan pedagang sapi sudah memenuhi semua persyaratan untuk menjual hewan kurban. Khususnya, terkait Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Dilanjutkan dengan pemeriksaan secara fisik dan kesehatan.
“Apabila dari pemeriksaan hasilnya layak, maka kami akan memasang ID kepada masing-masing hewan kurban yang menyatakan hewan tersebut layak untuk dikurbankan,” ujarnya.
Pemeriksaan ini dijadwalkan berlangsung selama kurang lebih seminggu atau paling lambat H-1 Idul Adha. Saat Hari Raya Idul Adha semua hewan kurban sudah harus selesai diperiksa dan terpasang ID kelayakan.
Baca juga: Diskominfo Kotim sediakan internet gratis di arena Sampit Expo 2024
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DPKP Kotim Endrayatno menambahkan, pemeriksaan yang dilaksanakan kali ini disebut juga dengan pemeriksaan ante mortem.
Pemeriksaan ante mortem adalah pengumpulan data sebelum objek pemeriksaan mengalami kematian. Dengan demikian, pihaknya bisa mengetahui bahwa hewan yang akan dikurbankan itu dalam kondisi sehat dari sebelum dipotong.
“Saat ini pemeriksaan ante mortem, nanti ada lagi pemeriksaan post mortem ketika hewan kurban sudah dipotong,” sebutnya.
Berdasarkan pemeriksaan hari pertama ini pihaknya mendapati beberapa hewan kurban yang menunjukkan gejala sakit, yakni tidak nafsu makan.
Sementara hewan yang seperti itu akan diobservasi dan tidak dipasang ID kelayakan. Setelah beberapa hari petugas akan datang kembali untuk melakukan pemeriksaan ulang.
Endra menyampaikan, ada beberapa penyakit yang masih bisa diloloskan selagi masih menunjukkan gejala ringan, seperti PMK dan LSD. Tapi, jika gejala yang ditunjukkan sudah parah maka hewan yang terkena penyakit itu dipastikan tidak layak untuk kurban.
“Selain itu, ada juga jenis penyakit yang walau gejala ringan tetap tidak diperbolehkan, yakni antrax. Karena kalau hewan yang terkena antrax dipotong, maka bakterinya bisa menyebar dan membahayakan bagi pemotong dan orang sekitar,” jelasnya.
Disamping dari segi kesehatan, ada beberapa kriteria hewan yang layak dikurbankan. Antara lain dari segi usia, untuk sapi minimal satu tahun, kambing dua tahun dan domba enam bulan. Lalu, tidak cacat dan memiliki bobot yang cukup.
Baca juga: Fraksi PAN soroti realisasi PAD Kotim tak capai target
Sementara itu, pedagang sapi kurban di Jalan Samekto Sampit, Sugito menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan DPKP Kotim.
Menurutnya, kegiatan ini membantu pedagang dalam memberikan jaminan kesehatan dan kelayakan hewan yang dijual, sehingga masyarakat tidak ragu lagi untuk membeli.
“Dengan adanya pemeriksaan ini justru bagus, jadi masyarakat juga tau bahwa sapi kami selalu dipantau kesehatannya dan aman untuk konsumsi,” ucapnya.
Sugito meneruskan, untuk harga jual hewan kurban tahun ini mengalami kenaikan dengan selisih Rp1 juta hingga Rp2 juta per ekor. Tahun harga sapi yang ia jual berkisar Rp17 juta hingga Rp60 juta per ekor, sedangkan kambing Rp3 juta hingga Rp5,5 juta per ekor.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan tren penjualan hewan kurban yang justru mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Jika tahun lalu ia bisa menjual lebih dari 100 ekor sapi, sementara tahun ini hanya sekitar 90 ekor.
“Penjualan turun tahun ini. Yang sebelumnya biasa beli lima ekor, tahun ini cuma dua,” bebernya.
Ia menduga hal ini dipengaruhi kenaikan harga sejumlah bahan pokok dan bertepatan dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB), sehingga para orang tua menyisihkan anggaran untuk pendidikan anak.
Baca juga: Kelulusan siswa SD di Kotim capai 99,54 persen
Baca juga: Pemkab Kotim dan Kemenhub teken MoU kembangkan Bandara Haji Asan Sampit
Baca juga: Wabup serahkan raperda pertanggungjawaban APBD Kotim 2023