Sampit (ANTARA) - Petani dan pengusaha rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah masih berharap pemerintah kembali membuka izin ekspor rotan mentah karena dinilai menguntungkan.
"Tidak bisa kita pungkiri yang paling enak itu sebelum larangan ekspor rotan mentah pada akhir 2011 lalu karena kita bisa mendatangkan buyer (pembeli) langsung dari luar negeri," kata H Dahlan Ismail, pengusaha rotan di Kecamatan Kota Besi, Kamis.
Pemerintah melarang ekspor rotan mentah sejak 2011 silam melalui kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan.
Akibat peraturan itu, usaha rotan langsung terpuruk dan menimbulkan dampak sosial lantaran bisnis di sektor ini seakan lumpuh. Kondisi itu juga terjadi di sektor rotan Kabupaten Kotawaringin Timur.
Sektor rotan menjadi terpuruk karena industri rotan dalam negeri hanya mampu menyerap sedikit rotan mentah yang dihasilkan petani. Kondisi ini berbeda jauh saat ekspor rotan mentah masih diperbolehkan.
Dampak lainnya, gelombang pemutusan hubungan kerja tidak bisa dibendung lagi untuk efisiensi, bahkan ada pengusaha yang gulung tikar. Padahal selama ini sektor ini berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan berjalan secara mandiri tanpa banyak dukungan pemerintah.
Dahlan sendiri dulunya menampung lebih dari 200 orang pekerja. Kini warga yang bekerja di gudang rotan miliknya hanya sekitar 60 orang.
Baca juga: Legislator Kotim usulkan pendampingan santri korban asusila
Menurut Dahlan, larangan ekspor itu seharusnya bisa diberlakukan sistem terbuka atau tertutup. Misalnya ada masa tertentu dibuka, namun ada masa tertentu ditutup. Bisa pula ekspor rotan mentah diberlakukan dengan sistem kuota ekspor.
"Kalau pakai kuota, pemerintah bisa memberlakukan pajak yang tinggi sehingga jadi pendapatan negara dan rotan banyak yang diserap. Dibanding sekarang banyak diselundupkan, sementara kita tidak dapat apa-apa," tegasnya.
Pria yang getol memperjuangkan aspirasi petani dan pelaku usaha di sektor rotan ini kembali menegaskan bahwa rotan di Kotawaringin Timur merupakan hasil budi daya, bukan rotan alam.
Rotannya memang ditanam, dipelihara, dipupuk, kemudian dipanen. Berbeda dengan rotan alam yang merupakan hasil hutan sehingga dikhawatirkan mengancam kelangsungan jika pemanfaatannya tidak terkendali.
"Ini seharusnya menjadi pertimbangan agar keran ekspor rotan mentah kembali dibuka karena kelestarian rotan di Kotawaringin Timur tetap dijaga," tegas Dahlan Ismail.
Sementara itu, saat ini harga rotan di tingkat petani mencapai Rp4.700 per kilogram. Harga ini lebih tinggi dibanding akhir tahun 2024 lalu yang hanya mencapai Rp4.000 per kilogram.
Dahlan menyebut kenaikan harga ini karena bersamaan musim durian. Saat ini banyak petani yang memilih memanen durian karena lebih mudah dan harganya tinggi dibanding memanen rotan.
Dampaknya, stok rotan berkurang padahal permintaan tinggi sehingga harga menjadi naik. Kondisi ini cukup menguntungkan petani meski biasanya akan kembali normal setelah musim durian usai.
Baca juga: Pemkab Kotim bangun pabrik pakan ikan bantu usaha masyarakat
Baca juga: DPRD Kotim ingatkan pentingnya optimalisasi penggunaan DD
Baca juga: Pemkab Kotim inventarisasi lahan untuk dukung ketahanan pangan nasional