Kartu pos rekam sejarah kota dan kehidupan sosial masa lalu

id Fadli Zon, Kartu pos, rekam sejarah, kota dan kehidupan, sosial masa lalu, kalteng

Kartu pos rekam sejarah kota dan kehidupan sosial masa lalu

Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kiri). ANTARA/HO-Kementerian Kebudayaan/am.

Bali (ANTARA) - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menjelaskan bahwa kartu pos merupakan medium dalam merekam wajah kota, bangunan, jalan, serta kehidupan sosial pada masanya.

“Kartu pos, prangko, dan cap pos bukan sekadar benda koleksi. Semua itu bercerita. Dari sana kita bisa membaca sejarah kota, teknik fotografi, hingga dinamika sosial pada zamannya,” kata Fadli dalam keterangan yang diterima di Bali, Sabtu.

Dalam peluncuran ‘Buku Kartu Pos Bergambar Samarangh’ di Kawasan Kota Lama Semarang, yang merupakan hasil kolaborasi dengan Pemerintah Kota Semarang ini, ia menyebut bahwa merupakan bagian dari komitmen bersama dalam upaya pelestarian, pendokumentasian, serta penguatan nilai-nilai budaya melalui medium literasi visual dan sejarah.

Penggunaan ejaan lama “Samarangh” dalam buku tersebut dijelaskan sebagai upaya menghadirkan ingatan historis.

Ejaan ini menurutnya bukan untuk mengubah nama, tetapi sebagai pengingat sejarah dan agar lebih melekat dalam ingatan. Ke depan, akan ada buku-buku lain tentang Yogyakarta, Bandung, Batavia, dan kota-kota lainnya, dengan target sekitar sepuluh buku.

Acara peluncuran buku juga dilengkapi dengan pameran temporer Potret Semarang dalam Bingkai Kartu Pos yang dilaksanakan selama tujuh hari pada 19 - 26 Desember 2025.

Menbud turut menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Semarang atas dukungan dan ruang yang diberikan untuk kegiatan kebudayaan di kawasan Kota Lama.

Ia juga berharap buku ini dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang kota Semarang. Ke depan, gambar-gambar kartu pos ini juga dapat dikembangkan, diperbesar, dan didistribusikan sebagai bagian dari narasi visual sejarah, menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Senada dengan Menbud Fadli Zon, Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti juga menyebutkan mengharapkan buku ini mampu menyentuh emosi serta membangkitkan kecintaan masyarakat Semarang terhadap sejarah kota.

Sebagai seorang filatelis, Menteri Kebudayaan mengungkapkan bahwa dirinya telah mengumpulkan sekitar 7.000 hingga 8.000 kartu pos dari berbagai wilayah di Indonesia yang diklasifikasikan berdasarkan kota, dengan jumlah terbanyak berasal dari kota-kota besar seperti Batavia, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan Bukittinggi yang dahulu dikenal sebagai Fort de Kock.

Melalui karya-karya visual yang ditampilkan, pengunjung diajak menelusuri cerita masa lalu Kota Semarang, melihat perubahan ruang kota, serta memahami dinamika sejarah hanya melalui gambar.

“Melalui karya-karya ini, kita tidak hanya melihat gambar, tetapi juga membaca cerita tentang bagaimana kondisi sebuah jalan di masa lalu dan bagaimana keadaannya sekarang,” ujarnya.


Pewarta :
Editor : Admin Portal
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.