Tokyo (ANTARA News)
- Hampir tiga perempat warga Jepang mengaku tidak merasakan manfaat
dari kebijakan ekonomi yang diterapkan Perdana Menteri Shinzo Abe yang
disebut "Abenomics", meskipun ada pengakuan global terhadap proyek
ekonomi yang dijalankan Abe, kata laporan hasil survei di Jepang pada
Senin.
Sebuah survei yang dilakukan pada akhir pekan oleh Kyodo News
menunjukkan bahwa 73 persen responden tidak merasa mendapatkan manfaat
dari paket kebijakan ekonomi Abe, yang telah membuat nilai tukar yen
"jatuh terjun" dan pasar saham melonjak.
Hanya 25 persen responden dalam survei tersebut mengatakan mereka
merasakan manfaat dari program ekonomi PM Abe yang melibatkan
pengeluaran stimulus dan pelonggaran moneter besar-besaran, yang
dirancang untuk mengakhiri stagnasi selama lebih dari 15 tahun dalam
perekonomian Jepang, dan itu merupakan stagnasi ekonomi terbesar ketiga
di dunia.
Hasil survei itu tampaknya membuktikan bahwa pemulihan ekonomi yang
dilakukan pemerintahan PM Abe sejauh ini "agak timpang", dan hanya
berdampak kecil bagi mayoritas penduduk Jepang, yang pada umumnya tidak
memiliki saham.
Hasil temuan survei tersebut akan menjadi suatu pukulan bagi Abe,
yang pekan lalu menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos dan mengatakan
bahwa kondisi ekonomi Jepang yang sudah lama terpuruk sedang diperbaiki
di bawah pengawasannya.
"Ekonomi Jepang sekarang ini sedang dalam tahap membebaskan diri
dari deflasi kronis. Musim semi ini, upah di Jepang akan meningkat.
Pemberian upah lebih tinggi, yang sempat lama tertunda, akan menyebabkan
konsumsi yang lebih besar," kata Abe dalam pidatonya pada Forum Ekonomi
Dunia.
Namun, temuan survei Kyodo News itu menunjukkan bahwa 66 persen
responden tidak yakin gaji mereka akan "membengkak" (naik), sedangkan 28
persen responden lainnya meyakini akan ada peningkatan pendapatan yang
cukup besar.
Berita buruk dari hasil survei itu adalah, hampir 70 persen
responden mengatakan mereka sedang mempertimbangkan untuk membatasi
pengeluaran, khususnya saat terjadi kenaikan pajak penjualan dari lima
persen menjadi delapan persen pada bulan April.
Sementara itu, dua pertiga dari responden mengatakan mereka
menentang kenaikan pajak penjualan lebih lanjut yang diusulkan menjadi
10 persen, di mana pemerintah sedang mempertimbangkan untuk
memberlakukan kenaikan itu pada Oktober 2015.
Para pengamat ekonomi mengatakan kemajuan ekonomi yang muncul
kembali di Jepang, di mana harga mulai naik pada tingkat tercepat selama
bertahun-tahun, bisa padam dengan kenaikan pajak penjualan. Apalagi,
bila kenaikan pajak penjualan itu dibebankan pada belanja konsumen.
Survei oleh Kyodo News itu dilakukan melalui telepon terhadap 1.421
rumah tangga yang dianggap memenuhi syarat, dan 1.016 responden dari
jumlah tersebut merespon, demikian seperti dilaporkan AFP.
(Y012)
Berita Terkait
Percepat transformasi digital melalui pemanfaatan teknologi telekomunikasi
Rabu, 15 Mei 2024 23:08 Wib
Menteri BUMN meresmikan wisata sejarah dan jurnalisme AHC
Selasa, 14 Mei 2024 13:06 Wib
Menteri ATR sebut kepastian hukum atas tanah tingkatkan minat investasi
Senin, 13 Mei 2024 8:51 Wib
Jelang kedatangan jamaah, Menag cek hotel dan dapur di Madinah
Jumat, 10 Mei 2024 7:04 Wib
70 ton bumbu Indonesia sudah didatangkan untuk kebutuhan jamaah haji
Rabu, 8 Mei 2024 6:39 Wib
Istana Negara di IKN masuki fase pengerjaan interior
Selasa, 7 Mei 2024 6:42 Wib
Eko Patrio pantas jadi menteri dari PAN
Senin, 6 Mei 2024 21:59 Wib
Pj Bupati Barut terima penghargaan dari Menteri Dikbudristek
Jumat, 3 Mei 2024 16:42 Wib